Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksana Tugas Panitera Pengadilan Negeri Tipikor Bandung, Susilo Nandang Bagiyo, membenarkan ada permohonan salinan putusan terdakwa kasus suap ruislag hutan Bogor, Yohan Yap. Susilo menuturkan salinan diminta oleh tiga orang anak muda yang mengaku sebagai pengacara Yohan.
"Putusan diserahkan panitera ke administrasi di Pengadilan Negeri Tipikor dan difotokopi staf. Ada tiga orang mengaku pengacara Yohan untuk minta putusan itu," ujar Susilo saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (13/4). Susilo mengaku tak mengenalinya dan tak meminta identitas mereka selaku penasihat hukum.
"Mereka bilang untuk keterbukaan publik. Kami tidak memberi awalnya, karena harus tujuh hari setelah diputus baru bisa dikeluarkan. Tapi diberikan karena memaksa," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam putusan tersebut, panitera memberikan salinan yang belum distempel oleh pihak pengadilan. Namun, pihak pengacara Yohan membantah kesaksian Susilo.
"Kami tidak meminta putusan. Dari rekan saya atau rekan kami tidak ada yang meminta putusan. Setiap perkara yang ditangani pada saat itu tidak mengambil dan belum mengambil putusan," ujar pengacara Yohan, Arman Hanis, di Pengadilan Tipikor.
Alih-alih menerima putusan tanpa stempel, Arman mengaku pihaknya menerima salinan putusan resmi setelah lembaga antirasuah mengajukan banding.
"Yang saya tugaskan Irwan Irawan (pengacara lain) dan pengambilan itu dilakukan setelah KPK banding, tanggal 29 September," katanya. Kemudian, Arman mengaku tak pernah memberikan salinan kepada pihak lain.
Lebih jauh, untuk membuat pledoi atau nota pembelaan, tim pengacara menggunakan fakta persidangan dan transkrip. "Sebelum kami cetak prosesnya kami sampaikan ke klien dan minta diberi tanggapan secepatnya serta menyampaikan setuju baru kami cetak," katanya.
Diduga, berkas salinan tanpa stempel yang diberikan pihak Pengadilan Tipikor merupakan berkas yang juga ditemukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di rumah bos Yohan sekaligus Presiden Direktur PT Bukit Jonggol Asri (PT BJA) Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng. Motif Swie Teng untuk menyimpan salinan tersebut belum terungkap.
Merujuk berkas dakwaan, Swie Teng ditangkap pada tanggal 30 September 2014 oleh petugas KPK di Taman Budaya Sentul City Kabupaten Bogor. Di rumah Bos Sentul City tersebut, ditemukan foto kopi putusan Yohan Yap Nomor 63/Pid.Sus/TPK/2014/PN.Bdg tertanggal 24 September 2014 tanpa tanda tangan
Majelis Hakim dan tanpa stempel pengadilan.
Dalam putusan Yohan Yap, nama Swie Teng terseret sebagai pihak yang turut menyuap Bupati Bogor Rachmat Yasin senilai Rp 5 miliar. Suap digunakan untuk memuluskan tukar-menukar kawasan hutan milik perusahaan pimpinan Swie Teng seluas 2.754 hektare yang sebagian di antaranya tumpang tindih dengan PT Indocement Tunggal Perkasa dan PT Semindo Resources.
(utd)