Pemerintah Dianggap Salah Tafsirkan Kejahatan Narkotik

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Kamis, 16 Apr 2015 07:08 WIB
Pemberian hukuman mati kepada pelaku kejahatan narkotik yang kini digalakan di Indonesia dinilai menyalahi pernjanjian internasional.
Seorang polisi menjaga dua warga Australia terpidana mati dalam kasus penyelundupan 8,2kg heroin Andrew Chan (tengah) dan Myuran Sukumaran (kiri) saat akan menghadiri sidang peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, dalam foto arsip bertanggal 8 Oktober 2010 ini. (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat hukum menegaskan, bahwa penjualan narkotik tidak termasuk sebagai kejahatan serius. Sedang hukuman mati dianggap sebagai hukuman kejam, bukan berat.

Pemerintah Indonesia dikritik lantaran salah tafsir terhadap Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik. Dalam artikel 6 kovenan tersebut, hukuman mati hanya diterapkan untuk kejahatan yang sangat serius.

"Kalau ada yang mengatakan peredaran dan penjualan narkotik termasuk kejahatan serius, itulah salah satu kesalahan fundamental pemerintah dan lembaga," ujar kuasa hukum terpidana mati kasus narkotika Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, Todung Mulya Lubis, di Jakarta, Rabu (15/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, narkoba bukanlah kejahatan serius yang harus dihukum mati.

"Saya tidak setuju hukuman mati. Tapi bukan berarti saya merendahkan penjualan narkoba. Kami meminta hukuman mati diganti dengan hukuman lain seperti penjara 20 sampai 30 tahun," katanya.

Pergantian hukuman tersebut juga perlu dikuatkan dengan adanya surat berperilaku baik selama berada di Lembaga Pemasyarakatan. Todung menjelaskan, dua kliennya telah menjalani hukuman dengan baik di LP Krobokan, Bali.

Soal penafsiran konvenan tersebut, Direktur Eksekutif Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar juga memberikan penilaian yang sama.

"Jika ada negara yang melakukan hukuman mati, hanya untuk most serious crime. Harus juga ada upaya hukum," katanya di Jakarta.

Dalam konteks kasus narkoba, Haris menjelaskan, vonis hukuman mati tak serta-merta dapat dijatuhkan pada seseorang. "Tidak bisa mengeneralisasi semua kasus narkoba harus dihukum mati," tuturnya.

Opsi lain pun dapat dijatuhkan alih-alih menghukum mati. Haris sepakat dengan Todung untuk menghukum 20 tahun penjara. "Hukuman mati adalah hukuman kejam, bukan hukuman berat. Kasus narkotik harus dihukum berat," katanya.

Pada Gelombang II eksekusi mati, Kejaksaan Agung menyatakan sedikitnya 10 orang masuk dalam nama terpidana mati kasus narkoba yang akan dieksekusi. Mereka merupakan warga dari beragam negara antara lain Filipina, Australia, Perancis, Ghana, dan Nigeria.

Untuk diketahui, pada Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), ancaman hukuman mati diakui secara legal. Sebelumnya, MK juga telah mengeluarkan putusan soal uji materi hukuman mati dalam Undang-Undang. Dalam putusannya, majelis berpendapat menjatuhkan hukuman mati dilindungi oleh konstitusi. Pada Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, hukuman mati dijatuhkan kepada produsen dan pengedar narkoba yang termaktub dalam pasal 113, 114. 116, 118, 119, dan 121. (meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER