Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis dua tahun penjara kepada Direktur Human Resource Development PT Media Karya Sentosa (MKS) sekaligus terdakwa suap gas alam Bangkalan, Antonius Bambang Djatmiko. Menurut majelis, Bambang terbukti bersalah dan menyuap bekas Bupati Bangkalan, Madura, Fuad Amin Imron senilai Rp 15,5 miliar.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Antonius Bambang Djatmiko dua tahun penjaran dan denda Rp 100 juta yang apabila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama dua bulan," ujar Hakim Ketua Prim Haryadi saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (20/4).
Putusan tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni tiga tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan. Pertimbangan diambil berdasar fakta persidangan dan bukti yang dihadirkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hakim menilai, Bambang berkelakuan sopan selama persidangan. Hal tersebut meringankan vonis yang diberikan. Sementara itu, hal yang memberatkan yakni tindakan Bambang tak sejalan dengan upaya negara memberantas korupsi.
Sebelumnya, PT MKS mengajukan permohonan alokasi gas bumi di Blok Poleng, Bangkalan. Pada saat yang bersamaan, Perusahaan Daerah Sumber Daya (PD SD) juga menginginkan hal yang sama. Kemudian, Bambang melobi Fuad agar PT MKS dapat membeli gas bumi dari PT Pertamina EP di Blok Poleng Bangkalan. Fuad Amin pun sepakat untuk membantu.
Selain itu, Fuad juga memberikan dukungan PT MKS kepada Kodeco Energy, Co Ltd terkait permintaan penyaluran gas alam ke Gili Timur. Untuk merealisasikan permohonan tersebut, baik PT MKS maupun PD SD sepakat membuat nota perjanjian. Akhirnya, PT MKS dan PD SD menandatangani surat perjanjian konsorsium pemasangan pipa gas alam di Gresik dan Gili Timur.
"Fuad Amin mengarahkan perjanjian konsorsium PT MKS dengan PD Sumber Daya dan memberikan surat dukungan permohonan alokasi Kodeco sehingga PT MJ
kS memeperoleh alokasi gas alam dari PT Pertamina EP," kata hakim saat sidang.
Tak berselang lama, BP Migas menunjuk PT Pertamina EP sebagai penjual gas kepada PT MKS. Pada tanggal 5 September 2007, PT Pertamina EP dan MKS menandatangani Perjanjian tentang Jual Beli Gas Alam untuk Pembangkit Listrik di Gresik dan Gili Timur, Madura.
"Dengan mulai beroperasi penyaluran, PT MKS punya kewajiban memberikan sejumlah uang ke PD Sumber Daya dan Fuad Amin," katanya.
Bambang tebukti menyuap Fuad Amin sejak tahun 2009 hingga 2014. Duit diberikan untuk memuluskan pembelian gas alam di Blok Poleng, Bangkalan, Madura. Mulanya, Bambang menyerahkan duit sebanyak Rp 50 juta tiap bulan sejak Juni 2009 hingga Juni 2011. Setelah itu, nominal duit pelicin melonjak empat kali lipat menjadi Rp 200 juta. Suap senilai Rp 200 juta dilakukan mulai Juli 2011 sampai akhir Desember 2013.
Tak berhenti di situ, kelonjakan duit suap kembali terjadi menjadi Rp 600 juta mulai Januari 2014 hingga November 2014. Pada Desember 2014, duit sejumlah Rp 700 juta diserahkan sebagai alokasi "pemulus" dari PT MKS.
Selain duit rutin, PT MKS juga terbukti menyetor duit suap secara temporer. Duit yang disetor sedikitnya senilai Rp 6 miliar baik melalui sejumlah kerabat maupun langsung kepada Fuad Amin.
Selama lima tahun, duit diberikan melalui beragam cara. Bambang kerap kali menyetor duit suap atas permintaan Fuad melalui kerabat dan anak buahnya antara lain Eko Prasetyo, Zainal Abidin Zain, dan Mudarmadi. Selain melalui transfer, duit suap juga diserahkan langsung di sejumlah tempat, misalnya rumah milik Fuad Amin di bilangan Cipinang Cempedak, Jakarta Timur.
Atas tindak pidana tersebut, Bambang didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.
Menanggapi vonis, Bambang tak banyak berkomentar. "Saya menerima," kata Bambang singkat di penghujung sidang. Penerimaan tersebut atas permintaan dirinya kepada kuasa hukum.
Kuasa hukum Bambang, Luhut Pangaribuan menilai kliennya tak perlu lagi mengajukan upaya hukum lain ke pengadilan yang lebih tinggi melalui banding. "Kalau untuk pidana yang sudah terbukti salahnya, lebih baik tidak usah diajukan banding," ujar Luhut usai sidang.
Sementara itu, pihak jaksa KPK akan menggunakan waktunya selama tujuh hari untuk menentukan apakah akan mengajukan banding atau tidak. "Kami pikir-pikir," ujar jaksa Amir Nurdianto.
(rdk)