Jakarta, CNN Indonesia -- Dalam sehari biaya makan para anak buah kapal (ABK) asing yang menjadi budak di kapal Benjina sebesar Rp 16 juta. Sejak dipindahkan dari Benjina ke Tual, biaya makan sehari-hari para ABK asing ini ditanggung oleh Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tual.
Menurut Direktur Jenderal PSDKP Kementerian Kelautan dan Perikanan Asep Burhanudin, sudah Rp 159 juta uang dana operasional Stasiun PSDKP Tual terpakai. "Biaya itu separuh dari anggaran operasional di Stasiun PSDKP Tual untuk memberi makan 347 orang ABK asing," kata Asep kepada CNN Indonesia, Rabu (22/4). (Baca juga:
Cerita Para Budak Indonesia di Atas Kapal Neraka)
Belum lagi jika ada ABK tersebut yang sakit yang tetap menjadi tanggung jawab Stasiun PSDKP Tual. Menurut Asep memang sebuah organisasi internasional menyatakan akan bertanggung jawab untuk dana operasional para ABK ini. Namun hingga kemarin, PSDKP Tual masih harus memberi makan para ABK ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Meski mereka warga asing, kamin tetap berfikir secara kemanusiaan, mereka juga manusia yang butuh makan," kata Asep.
Selain soal biaya hidup sehari-hari para ABK asing ini, masalah sosial juga mulai muncul di Tual, tempat para ABK ini sekarang diungsikan. Warga sekitar, kata Asep, mulai terganggu.
"Banyak dari mereka yang berteriak-teriak, mungkin karena stres, ada juga yang berkelahi," ujar Asep.
(Baca kisah selanjutnya: Kisah Soal Bahtera Pencabut Nyawa Budak Asal Indonesia)Karena itu Asep berharap seluruh kementerian dan lembaga terkait ikut turun tangan menangani masalah ini. Sementara pemerintah negara asal pada ABK asing ini menurut Asep belum ada langkah nyata untuk memulangkan mereka.
Myanmar misalnya yang sudah mendata warga negaranya yang ada di antara ABK asing itu namun hingga kini belum ada tindakan nyata.
Satuan Tugas Pemberantasan Illegal Fishing mencatat 322 ABK asing yang terdampar di area pabrik milik PT Pusaka Benjina Resorces (PBR) di Benjina, Kepulauan Aru, Maluku. Kondisi mereka sangat memprihatinkan. Para ABK ini diduga jadi korban kerja paksa oleh perusahaan perikanan berbendera Thailand di wilayah Indonesia.
Ketua Satgas Pemberantasan Illegal Fishing Mas Achmad Santosa mengatakan jumlah korban pebudakan terbanyak adalah warga negara Myanmar sebanyak 256 orang. Terbanyak kedua adalah ABK dari Kamboja sebanyak 58 orang. Sisanya delapan ABK berasal dari Laos.
(sur)