Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berkoordinasi dengan sejumlah kementerian dan lembaga membahas soal payung hukum gerakan kelompok ekstrimis yang menebar aksi teror. Deputi Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT Inspektur Jenderal Arief Dharmawan mengatakan, saat ini pembahasan masih pada tahap awal yaitu menentukan definisi gerakan dan aktivitas yang masuk kategori terlarang.
"Kalau kami sudah sepakat definisinya, kami mulai bergerak kepada kategori lain yang termasuk dalam kelompok ini sehingga kami dapat kesimpulan terkait kegiatan terorisme," kata Arief saat berbincang dengan CNN Indonesia.
Arief menjelaskan, beberapa alternatif yang mengemuka dalam pembuatan payung hukum yaitu menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu); merevisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme; dan menerbitkan instruksi presiden (inpres).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sesuai pengalaman, kami lebih memilih perppu karena levelnya sama dengan undang-undang, hanya penggarapannya berbeda, lebih simpel. Tapi kami serahkan ke Kumham untuk digodok," tuturnya.
(Baca:
Perkembangan ISIS Membuat Asia Afrika Khawatir)
Menurut Arief, pemerintah Indonesia saat ini masih belum jelas menentukan status organisasi yang semestinya terlarang seperti ISIS, Al Qaeda, Boko Haram, Jabar Al Nusa, dan kelompok lainnya. Hal ini yang membuat pihak kepolisian tidak bisa bertindak dengan leluasa karena belum ada payung hukum yang menjadi pijakan bagi Korps Bhayangkara.
"Kalau polisi bertindak tanpa aturan, nanti disebut sewenang-wenang. Makanya kami ingin gerakan seperti itu dilarang, apapun namanya," tutur Arief.
Arief menekankan, payung hukum yang nanti dibuat untuk mengatur pelarangan gerakan ekstrimis ini akan berlaku bagi semua kelompok yang melakukan aksi teror, tanpa terpaku oleh nama organisasi tersebut. Hal ini penting mengingat setiap organisasi atau kelompok bisa mengubah nama mereka jika sudah masuk kategori terlarang oleh pemerintah.
"Jadi kalau nanti nama organisasi ini sudah berubah, misal ISIS jadi usus atau yang lainnya, tidak akan ada pengaruh, payung hukum yang sudah kami buat itu tetap bisa digunakan," ujar Arief.
(Baca:
Irak: Ada 62 Negara yang Warganya Terlibat ISIS)
Sejumlah kementerian dan lembaga yang dilibatkan dalam pembahasan payung hukum bersama BNPT yaitu Kementerian Koordiantor Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Kejaksaan Agung, Polri, Mahkamah Agung, serta sejumlah organisasi massa Islam maupun Kristen. Saat ini, diskusi masih berada di tahap awal mengenai definisi organisasi yang bisa masuk kategori terlarang.
(rdk)