PPATK Telah Serahkan Data Pendanaan Teroris ke Perbankan

Rosmiyati Dewi Kandi | CNN Indonesia
Senin, 13 Apr 2015 09:15 WIB
PPATK masih akan menggelar pertemuan dengan forum direktur kepatuhan perbankan pada Mei mendatang terkait isu transaksi dan pendanaan teroris.
Ilustrasi. (Thinkstock/Yamtono_Sardi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk berkomunikasi dengan pihak perbankan terkait transaksi pendanaan teroris terus dilakukan. Salah satu hal yang telah direalisasikan yaitu memberikan seluruh data terkait pendanaan teroris kepada pihak perbankan.

"Sudah kami lakukan semua. Pendanaan teroris memang termasuk salah satu fokus kami," kata Wakil Kepala PPATK Agus Santoso kepada CNN Indonesia.

Menurut Agus, pemberian nama dan identitas terduga teroris yang masuk dalam daftar United Nation Security Council (UNSC) 1267 dilakukan agar penyedia jasa keuangan di Indonesia ikut mencegah transaksi terkait aksi teror. Pencegahan tersebut penting sebagai upaya sungguh-sungguh pemerintah Indonesia dalam penanggulangan terorisme.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski data telah diberikan, PPATK masih akan menggelar pertemuan dengan Forum Direktur Kepatuhan Perbankan pada Mei mendatang. Pertemuan tersebut untuk membahas soal rencana onsite visit yang akan dilakukan FATF dan dua lembaga lainnya. Kedatangan mereka untuk meninjau komitmen Indonesia terhadap upaya menanggulangi pendanaan teroris.

Selama dua tahun belakangan, PPATK memang disibukan dengan upaya mengeluarkan Indonesia dari daftar hitam negara rawan pendanaan teroris yang diterbitkan Financial Action Task Force (FATF). Label sebagai negara dalam daftar hitam sudah disandang sejak tahun 2012 ketika Rancangan Undang-Undang (RUU) Pencegahan dan Pemberantasan Pidana Pendanaan Terorisme tidak disahkan tahun 2010.

Saat itu, pemerintah dan DPR hanya menyepakati pengesahan RUU Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang. Sedangkan RUU pendanaan terorisme baru disahkan menjadi UU tahun 2013.

Pada 24 Februari 2015, FATF secara resmi mengeluarkan Indonesia dari daftar negara rawan pendanaan teroris dengan tiga alasan.

Alasan pertama, proses pembekuan aset terduga teroris yang ada dalam daftar UNSC 1267 telah sepakat dilakukan hanya dalam waktu tiga hari. Kesepakatan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) antara lima lembaga yaitu PPATK, Badan Nasional Penanggulangan Terorism (BNPT), Kapolri, Menteri Luar Negeri, dan Ketua Mahkamah Agung (MA).

Alasan kedua, Indonesia telah melakukan renewal process untuk memperpanjang pembekuan aset terduga teroris. Ketiga, sistem peradilan di Indonesia telah menyetujui untuk hanya melakukan delisting terhadap terduga teroris jika nama para terduga tersebut telah dikeluarkan oleh UNSC 1267. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER