Rekonsiliasi Pelanggaran HAM Dilakukan Saat Fakta Terungkap

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Rabu, 22 Apr 2015 16:39 WIB
KontraS mempertanyakan niat pemerintah melakukan rekonsiliasi atas pelanggaran HAM berat masa lalu sebelum adanya penggungkapan fakta atas kejadian tersebut.
Aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan melakukan aksi Kamisan di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Kamis (26/2). Pada aksi ke-386 itu mereka menyerukan untuk penghentian kekerasan atas nama negara dan mendesak Presiden untuk menerima mereka terkait penuntasan pelanggaran HAM masa lalu. (Antara Foto/Fanny Octavianus)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mempertanyakan niat pemerintah dalam melalukan rekonsiliasi atas kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang terjadi di masa lampau. Pasalnya, belum ada pengungkapan fakta atas kasus-kasus pelanggaran HAM berat tersebut.

"Ada beberapa tahap yang harus dilalui sebelum mencapai tahap rekonsiliasi. Salah satunya, harus ada pengungkapan fakta terkait kasus tersebut," kata Wakil Koordinator Kontras bidang Advokasi Yati Andriyani saat ditemui di kantor KontraS, Jakarta, Rabu (22/4).

Beberapa tahapan sebelum mencapai rekonsiliasi tersebut yaitu: penyelidikan oleh Komisi Nasional HAM, penyidikan oleh Kejaksaan Agung, penindaklanjutan kasus sampai ke pengadilan, serta pemulihan hak-hak korban.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejauh ini, KontraS mencatat ada tujuh kasus pelanggaran HAM berat di masa lampau yang belum juga terselesaikan. Tujuh kasus tersebut adalah tragedi Semanggi I dan II 1998/1999, kerusuhan Mei 1998, penghilangan orang secara paksa 1997/1998, penembakan misterius 1982-1985, peristiwa 1965-1966, kasus Talangsari-Lampung 1989, dan Wasior Wamena 2001/2003.

"Sejauh ini, perkembangan semua kasus itu baru sampai penyelidikan di Komnas HAM. Belum juga ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung. Lalu, tiba-tiba kok mau rekonsiliasi?" kata Yati.

Ia berpendapat pemerintah tidak peduli terhadap perasaan keluarga korban. Banyak kerugian yang telah dilalui keluarga korban. "Mulai dari kerugian secara ekonomis, perasaan marah karena keluarganya hilang atau terbunuh, serta banyaknya waktu yang terpakai untuk memperjuangkan kasus yang tidak kunjung jelas ini," kata Yati.

Ia mencurigai adanya niat Kejaksaan Agung untuk 'cuci tangan' dengan menawarkan opsi rekonsiliasi. Kejaksaan Agung dinilai mau melepaskan tanggung jawabnya untuk melakukan penyidikan atas kasus-kasus tersebut.

Di sisi lain, Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Feri Kusuma mempertanyakan masuknya Komnas HAM dalam tim yang akan dibentuk pemerintah untuk menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM dengan opsi rekonsiliasi tersebut. Tim tersebut terdiri atas Komnas HAM, Jaksa Agung, Polri, Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan masyarakat.

"Komnas HAM juga semakin kabur dalam penyelidikan pelanggaran berat HAM. Seharusnya, Komnas HAM tidak kompromi dalam menegakkan HAM," katanya. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER