Bawaslu Sayangkan UU Pilkada Tak Atur Sanksi Pidana

Abraham Utama | CNN Indonesia
Kamis, 23 Apr 2015 19:45 WIB
DPR tidak memasukkan sanksi pidana pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang bisa melanggengkan politik transaksional.
warga penyandang disabilitas saat simulasi pemungutan suara pemilihan kepala daerah Gubernur dan wakil gubernur, Walikota dan Wakil Walikota, Bupati dan Wakil Bupati di halaman gedung KPU, Jakarta, Selasa, 7 April 2015. Kegiatan tersebut dalam rangka menyongsong pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah serentak yang akan digelar bulan Desember tahun 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pengawas Pemilu Nasrullah menyangkan hasil pembahasan anggota DPR yang tidak memasukkan sanksi pidana pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Menurutnya, ketiadaan sanksi pidana pada payung hukum pilkada tersebut berpotensi melanggengkan transaksi uang antara partai politik dan pemilih.

"Menyangkut pengakan hukum, kalau tidak beres maka rawan ini. Contoh, politik uang bisa punya sanksi pembatalan calon, anehnya undang-undang itu tidak ada sanksi pidananya, partai politik dilarang menerima imbalan, melalui lembaga peradilan, tidak ada," ujarnya di kantor Bawaslu, Jakarta, Kamis (23/4).

Nasrullah menduga, celah hukum ini sengaja diciptakan para pembuat undang-undang agar penegakan hukum tidak tertuju kepada mereka sendiri. Tak hanya pilkada serentak yang akan berlangsung Desember mendatang, ia menilai sanksi pidana sebenarnya tidak pernah diterapkan secara tegas pada penyelenggaraan pilkada sebelumnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Selama pemilu berlangsung, sanksi pidana kepada peserta tidak efektif. Saya belum pernah melihat itu betul-betul pada porsinya. Tidak munkgin legulator membuat lubang untuk dirinya," ucap Nasrullah.

Menanggulangi persoalan ini, Bawaslu pun akhirnya kerap menggunakan pasal 149 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk menjerat pelaku politik transaksional.

Pasal tersebut mengancam pihak-pihak yang memberi atau menjanjikan sesuatu atau menyuap pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan. Tak hanya penyuap, pasal ini juga mengancam para penerima suap dengan sanksi pidana yang serupa. (pit)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER