Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) secara serentak Desember mendatang. Jelang perhelatan akbar tersebut, beberapa pihak menggarisbawahi potensi konflik di tingkat akar rumput yang dapat terjadi.
Peneliti Center for Strategic and International Studies, Philips J Vermonte, menyebut beberapa faktor pemicu konflik saat penyelenggaraan pilkada serentak. Salah satu hal yang dia khawatirkan adalah menjalar kisruh internal partai politik ke basis massa bakal calon kepala daerah.
"Ada situasi konflik internal partai yang mungkin akan sampai ke bawah. Ini akan memengaruhi proses pencalonan," ujar Philips dalam sebuah diskusi di kantor Badan Pengawas Pemilu, Jakarta, Kamis (23/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Philips berkata, dualisme kepengurusan parpol bisa mempertarungkan kelompok-kelompok massa pendukung dua calon kepala daerah yang berasal dari parpol yang sama. Perselisihan antarelite di Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan merupakan ancaman nyatanya.
Philips juga menyebut ketidaksiapan elite partai menerima kekalahan sebagai faktor yang kerap memicu konflik pilkada. Hal ini akan diperparah jika masyarakah di daerah tersebut memiliki persepsi yang buruk terhadap profesionalitas dan imparsialitas penyelenggara pemilu.
Berdasarkan data hasil monitoring lembaganya, Philips menuturkan, masa kampanye merupakan titik konflik paling rawan. Pada saat pemilihan eskalasi cenderung menurun, namun kembali meningkat pada tahap rekapitulasi suara.
Senada dengan Philips, peneliti Institut Titian Perdamaian Muhamad Miqdad juga membaca kecenderungan yang sama. Tak hanya soal konflik di lingkungan dalam parpol, konflik pada masa pilkada dipengaruhi isu-isu konvensional seperti sumber daya alam.
"Pilkada bukanlah menjadi satu-satunya faktor penentu konflik. Sebagai arena cross cutting issues, momentum ini menjadi faktor ekselator isu lain seperti sumber daya alam," katanya.
Menanggapi prediksi ini, anggota Bawaslu Nasrullah meminta publik untuk tidak berlebihan menanggapi potensi konflik pilkada. Berkaca pada suksesnya penyelenggaraan pilkada di daerah berintensitas konflik tinggi, ia yakin kesuksesan juga akan terjadi di wilayah-wilayah lain.
"Pilkada 2012 di Maluku Utara, itu kawasan paling rawan, lalu di Papua dan pilkada 2013 di Bali tidak ada konflik. Masyarakat sudah muak dihadapkan pada pertikaian terus-menerus," tuturnya.
Sebelumnya, Kapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti, Senin (20/4), menyatakan pilkada serentak memiliki tingkat kerawanan yang tinggi. Menurutnya, perlombaan para elite parpol untuk turun ke akar rumput berpotensi memanaskan hubungan antarpendukung calon kepala daerah.
(rdk)