Jika Terbukti Sakit, Eksekusi Rodrigo Gularte Memalukan RI

Aulia Bintang Pratama | CNN Indonesia
Minggu, 26 Apr 2015 17:55 WIB
Pemerintah akan dinilai dunia internasional keliru menjatuhkan hukuman yang seharusnya tidak berlaku terhadap penderita penyakit gangguan jiwa.
rodrig
Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum Rodrigo Gularte, terpidana mati asal Brazil atas kasus peredaran narkoba menyatakan Pemerintah Indonesia akan menanggung malu jika tetap melakukan eksekusi tanpa menunggu putusan Peninjauan Kembali (PK) yang akan diajukan Senin (27/4) esok. Sebab jika di kemudian hari terbukti kliennya mengidap gangguan jiwa, pemerintah akan dinilai dunia internasional keliru menjatuhkan hukuman yang seharusnya tidak berlaku terhadap penderita penyakit tersebut.

Ajeng Larasati dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) serta Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBMH) yang menjadi kuasa hukum Rodrigo Gularte, berharap proses eksekusi mati bisa ditunda setidaknya hingga hasil PK yang mereka ajukan keluar. Namun jika eksekusi tetap dilakukan maka PK tersebut tetap akan dijalankan.

"Jika nantinya eksekusi tetap dilakukan dan ternyata hasil PK menyatakan Rodrigo mengalami gangguan jiwa, itu artinya Indonesia akan menanggung malu sangat besar di hadapan dunia," ujar Ajeng saat ditemui di kantor KontraS, Ahad (26/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ajeng menambahkan pengajuan PK akan dilakukan ke Pengadilan Negeri Tangerang pada Senin (27/4) sekitar pukul 10.00 WIB. Dalam bukti baru (novum) yang dirinya dan teman-temannya temukan, Rodrigo memang sudah mengidap sakit kejiwaan sejak 1982.

"Dokumen novum yang berjumlah 22 berkas ini memberitahukan jika kondisi kesehatan Rodrigo yang memang mengalami gangguan kejiwaan. Dia sakit sejak 1982," ujar Ajeng.

Berdasarkan data yang CNN Indonesia terima, dalam Medical Certificate yang dikeluarkan dokter neurologi dan bedah syaraf Erasto Cichon tertanggal 22 Desember 2004, Rodrigo dinyatakan mengalami kelainan cerebral dysrhythmia sejak 1982 yang menyebabkan dirinya melakukan perbuatan involunter.

Perbuatan tersebut membuat Rodrigo seperti melakukan tindakan yang agresif, tidak memperhitungkan bahaya, serta menunjukkan diri kurangnya kontrol diri.

Sementara data Medical-Psychiatric Report yang dibuat dokter Valter Luiz Abel menyatakan Rodrigo sudah diperiksa olehnya dari Maret hingga November 1996 dan didiagnosa mengidap hyperactive and attention deficit disorder dan bipolar. Sedangkan untuk penyakit skizofrenia baru diketahui pada November 2014 dan diperkuat oleh hasil keterangan psikiatri Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap yang dikeluarkan pada 11 Februari 2015.

Ajeng mengatakan sejumlah data telah mereka dapat sejak tiga bulan lalu. Namun karena banyak data yang berbahasa asing membuat tim kuasa hukum perlu waktu cukup lama untuk menerjemahkannya. Itu juga menjadi sebab kenapa PK baru akan diajukan Senin besok.

Kini pemerintah Indonesia bersiap mengeksekusi gelombang kedua terpidana mati kasus narkoba. Ada sepuluh terpidana yang akan dieksekusi dalam waktu dekat ini di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa tengah. Kuasa hukum para terpidana mati mengungkapkan jika proses eksekusi mati akan dilakukan Selasa (28/4).

Sepuluh terpidana mati tersebut di antaranya adalah Andrew Chan dan Myuran Sukumaran dari Australia, Okwudili Oyatanze, Silvester Obiekwe Nwolise, dan Raheem Agbaje Salami dari Nigeria, Rodrigo Gularte dari Brasil, Sergei Areski Atlaoui dari Perancis, Martin Anderson dari Ghana, Zainal Abidin dari Indonesia, dan Mary Jane Fiesta Veloso dari Filipina. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER