Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis hakim Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali (PK) terpidana mati asal Indonesia, Zainal Abidin. Zainal merupakan terpidana yang dicokok di Palembang pada tahun 2000 karena kedapatan memiliki ganja seberat 58,7 kilogram.
"Sudah kami sampaikan secara resmi, PK ditolak," kata kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur ketika dihubungi CNN Indonesia, Senin (27/4).
Peninjauan tersebut merupakan kedua yang diajukan pria asal Palembang tersebut. Menurut majelis, alasan yang diajukan tidak memenuhi alasan yang diberlakukan dalam Pasal 263 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Putusan penolakan tersebut dibacakan pada Senin (27/4). Majelis hakim yang menangani kasus Zainal terdiri dari Hakim Surya Jaya, Hakim Desnayeti, dan Hakim Syarifudin.
Merujuk Pasal 67 UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang MA, permohonan PK dapat diajukan apabila ditemukan bukti baru. Bukti tersebut dimungkinkan untuk mengubah putusan pengadilan sebelumnya.
Sebelumnya Zainal telah mengajukan PK pertama. Namun lembaga peradilan tertinggi menolaknya lantaran tak ditemukan cukup bukti. Tak berhenti mencari keadilan, Zainal kembali mengajukan PK kedua.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Tony Spontana menyebut saat ini eksekusi tinggal menunggu keputusan permohonan peninjauan kembali (PK) Zainal Abidin.
Berdasar pengakuan pengacara Raheem, Utomo Karim, pelaksanaan eksekusi akan digelar pada Selasa (28/4). Sembilan narapidana yang dieksekusi yakni Andrew Chan dan Myuran Sukumaran dari Australia, Okwudili Oyatanze, Silvester Obiekwe Nwolise, dan Raheem Agbaje Salami dari Nigeria, Rodrigo Gularte dari Brasil, Martin Anderson dari Ghana, Zainal Abidin dari Indonesia.
Sementara satu lainnya, Sergei Areski Atlaoui dari Perancis, batal dieksekusi lantaran tengah mengajukan perlawanan atas penolakan gugatan Keputusan Presiden tentang grasi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
(rdk)