Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) memasukkan penetapan tersangka dalam objek praperadilan membuka kemungkinan besar munculnya gelombang gugatan susulan. Namun untuk kali ini, KPK merasa tak sendirian.
Menurut Komisioner sementara KPK Johan Budi Sapto Pribowo, gugatan atas penetapan tersangka tidak hanya akan menguras tenaga dan pikiran lembaga antirasuah, namun juga lembaga penegak hukum lainnya, dalam hal ini tak lain instansi kepolisian dan kejaksaan.
"Tentu kami prediksi makin banyak praperadilan yang diajukan tapi tidak hanya ke KPK tapi juga ke penegak hukum lain," ujar Johan di Gedung KPK, Rabu (29/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimanapun, kata Johan, KPK tetap menghormati keputusan MK. Tapi tidak berarti KPK tidak mengantisipasi geombang gugatan susulan. "Kami akan memperkuat jajaran biro hukum untuk menghadapi praperadilan tersebut," ujarnya.
Mahkamah Konstitusi telah menetapkan uji materi baru tentang pasal yang mengatur tentang objek praperadilan. Dalam putusan yang dibacakan Ketua MK Arief Hidayat, Selasa (28/4), hakim konstitusi menegaskan ketentuan praperadilan yang tertuang dalam Pasal 77 huruf a KUHAP bertentangan dengan Konstitusi sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
(Baca juga: Ancaman Gelombang Praperadilan Kembali Mengintai)
Dengan kata lain, praperadilan tidak hanya mengatur sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. Kini objek praperadilan turut mencakup penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan.
Putusan MK terhadap uji materi Pasal 77 a KUHAP itu termaktub dalam amar putusan uji materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang diajukan oleh terpidana kasus korupsi bioremediasi fiktif PT. Chevron Pasific Indonesia Bachtiar Abdul Fatah.
Hakim memutuskan mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 1 angka 2, Pasal 1 angka 14, Pasal 17, Pasal 21 ayat (1) Pasal 77 huruf a, Pasal 156 ayat (2) KUHAP. Tiga dari sembilan hakim MK menyatakan beda pendapat atau dissenting opinion.
“Mengadili, menyatakan mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di ruang sidang pleno MK, Jakarta, Selasa (28/4).
(utd)