Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan menyerukan kepada seluruh lembaga hak asasi manusia di negara tujuan buruh migran untuk berjuang membebaskan tenaga kerja korban perdagangan perempuan yang terancam hukuman mati.
Permintaan tersebut diserukan pasca ditundanya eksekusi terhadap terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Fiesta Veloso, karena diterimanya permohonan Presiden Filipina Benigno Aquino setelah 'perekrut' Mary, Maria Kristina Sergio, menyerahkan diri ke polisi.
"Kasus Mary Jane adalah bentuk konkret perjuangan hak keadilan dan hak hidup, dan perjuangan lintas batas tanpa memandang warga negara," ujar Ketua Komnas Perempuan Azriana di Kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Rabu (29/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Simak: Fokus Setelah Bedil MenyalakKomnas Perempuan juga mengajak negara-negara, terutama anggota ASEAN, untuk mengambil peran dan bekerjasama mengawal ekstrateritorial penanganan kasus, khususnya pemberantasan narkoba. Ia pun berharap ada satu suara dalam mengupayakan penghapusan sistem hukuman mati.
"Mari mendorong sistem hukum yang berkeadilan tanpa diskriminasi pada migran di negara-negara ASEAN," kata Azriana.
Komnas Perempuan selanjutnya kepada pemerintah Indonesia untuk menghapus hukuman mati. Menurut lembaga itu, terbuktinya ada 'celah' dalam proses hukum yang dilakukan kepada Mary Jane.
Azriana menekankan, permintaan menghapus hukuman mati bukan berarti Komnas Perempuan tidak mendukung pemberantasan narkoba. Aksi berantas narkoba harus tetap digalakkan namun tidak melalui hukuman mati.
Kasus Mary Jane bermula saat ibu dua anak ini ditangkap di Bandara Adisucipto, Yogyakarta, tahun 2010. Ia kedapatan membawa heroin 2,6 kilogram dalam tas yang dibawanya. Baca:
Kronologi Terpidana Mati Mary Jane Tertangkap di YogyaDari rangkaian persidangan yang ada, Mary divonis hukuman mati. Berbagai upaya hukum yang diajukan kandas, termasuk dua kali peninjauan kembali yang selalu ditolak oleh pengadilan.
Mary kemudian masuk ke dalam daftar sembilan terpidana yang akan dieksekusi pemerintah di Nusakambangan pada Rabu dini hari tadi. Namun 15 menit sebelum eksekusi dilakukan, Mary Jane ditinggalkan di LP Besi dan tidak dibawa ke Lapangan tembak Limus Buntu.
(Lihat Juga:
Mary Jane Tak Dibawa ke Lapangan Tembak Limus Buntu)Jaksa Agung Prasetyo mengatakan penundaan eksekusi mati Mary berdasarkan permohonan langsung dari Presiden Filipina kepada Presiden Joko Widodo, bahwa Mary akan dijadikan saksi atas kasus perdagangan manusia setelah 'perekrutnya' menyerahkan diri ke Kepolisian.
(Jaksa Agung: Eksekusi Mary Jane Ditunda atas Instruksi Jokowi) (utd)