Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful Hidayat pagi tadi, Kamis (7/5) meninjau pelaksanaan Ujian Nasional (UN) SMP di Kepulauan Seribu. Setibanya di Pulau Tidung, Mantan Walikota Blitar dua periode tersebut meninjau dua sekolah yang melaksanakan UN, antara lain SMP Negeri 241 dan MTSN 26 Pulo Tidung.
Djarot pun melontarkan pujian kepada para siswa di sana bahwa mereka pintar-pintar. Djarot menuturkan bahwa siswa-siswi di Kepulauan Seribu memiliki punya karakteristik tersendiri, sesuai dengan keadaan geografis kepulauan. "Peserta ujian masih muda sekitar usia 14 tahun, pintar-pintar karena setiap hari makan ikan," ujarnya. (Baca juga:
Ahok Titip Pesan Penting Di Depan Ratusan Siswa SMP)
Selain memuji para siswa Kepulauan Seribu, mantan wali kota Blitar ini juga berpesan agar para guru mengajar mereka tidak hanya dengan baik, tetapi dengan menggunakan hati. Murid-murid ini adalah aset penting bangsa yang akan menentukan kemajuan di masa mendatang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Djarot menuturkan bahwa hari terakhir pelaksanaan UN di wilayah Kepulauan Seribu berjalan lancar dan kondusif. "Tidak ada kendala hari terakhir, bagus," ujarnya setelah selesai meninjau kedua SMP yang melaksanakan UN tersebut.
Ketika disinggung terkait sistem UN CBT (Computer Based Test) yang belum efektif terlaksana di DKI Jakarta, Djarot menyebut jangan mengukur kemampuan pelajar melalui sistem tersebut agar tidak ada diskrimasi. "Sistem tersebut belum optimal, yang penting kualitas siswanya,” ujarnya.
Tahun ini, ada 50.515 SMP dengan 3,7 juta siswa yang melaksanakan UN tahun ini. UN SMP ini dibedakan menjadi dua, yaitu berbasis komputer (UNCBT) sebagai mana dilakukan pada UN SMA dan yang masih konvensional berbasis kertas.
Adapun UN berbasis komputer pelaksanaannya dibagi menjadi 3 waktu pengerjaan dalam 1 hari yang bersamaan. Ada dua SMP di Jakarta yang menggunakan UN berbasis komputer.
Berdasarkan data yang dihimpun Kemendikbud per Rabu, 6 Mei 2015 pada pukul 11.30 WIB, masalah UN yang terkait naskah dan lembar jawaban menjadi masalah paling banyak pada tahun ini, yaitu mencapai 26 persen.Sementara itu, kategori lainnya yaitu: kebijakan mikro (9 persen), pemindaian (13 persen), masalah yang bersumber dari peserta dan pengawas UN (22 persen), kesesuaian pos (16 persen) dan administrasi (14 persen). "Masalah pemindaian diantaranya karena kurang siapnya provinsi. Salah satunya adalah tidak memadainya perangkat untuk melakukan pemindaian," kata Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nizam (hel)