Jakarta, CNN Indonesia -- Kuasa hukum bekas Bupati Bangkalan Fuad Amin, Firman Wijaya, bakal mengajukan penangguhan penahanan untuk kliennya saat sidang pembacaan nota keberatan pekan depan di Pengadilan Tipikor, Jakarta. Firman berpendapat, Fuad bakal kooperatif menjalani persidangan.
"Beliau koorperatif, banyak tokoh-tokoh yang akan menjamin, tidak akan melarikan diri, tidak mempersulit pemeriksaan, dan menjelaskan seterang-terangnya di persidangan," ujar Firman usai sidang pembacaan dakwaan untuk Fuad di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (7/5).
Menurutnya, majelis hakim harus tegas melihat permohonan tersebut. Dia berharap tak ada diskriminasi antara Fuad dengan terdakwa atau tersangka kasus lainnya. "Ada beberapa kasus, teman-teman juga mengajukan penangguhan penahanan, KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) yang menjadi dasarnya," katanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Merujuk Pasal 20 KUHAP, penyidik dapat menahan tersangka. Pasal selanjutnya merinci, tersangka atau terdakwa dapat ditahan jika ada kekhawatiran akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi tindak pidana.
Dalam kasus korupsi lain, tersangka pemerasan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik juga mengajukan penangguhan penahanan. Namun, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak mengabulkan lantaran Jero dianggap tak memenuhi Pasal 21 KUHAP.
Terkait kasus suap Fuad, Ketua DPRD Bangkalan tersebut tengah diadili maka yang berwenang memutuskan permohonan penangguhan penahanan adalah majelis hakim. Ketetapan oleh majelis akan dibacakan pada sidang selanjutnya.
Sebelumnya, Fuad didakwa menerima duit suap gas alam Bangkalan senilai Rp 18,05 miliar sebagai pemulus pembelian gas alam PT Media Karya Sentosa (PT MKS) di Blok Poleng, Bangkalan, Madura sejak tahun 2009 hingga 2014. Mulanya, PT MKS menyerahkan duit sebanyak Rp 50 juta tiap bulan secara tunai. Duit diberikan sejak medio tahun 2009 hingga Juni 2011. Setelah itu, nominal duit pelicin melonjak empat kali lipat menjadi Rp 200 juta sejak Juli 2011 hingga akhir Desember 2013.
Tak berhenti di situ, kelonjakan duit suap kembali terjadi menjadi Rp 600 juta mulai Januari 2014 hingga November 2014. Selain duit rutin, PT MKS juga terbukti menyetor duit suap secara temporer. Duit yang disetor sedikitnya senilai Rp 6 miliar baik melalui sejumlah kerabat maupun langsung kepada dirinya.
Dari hasil duit korupsi, Fuad juga didakwa mencuci duitnya senilai Rp 284,4 miliar yang dialirkan menjadi saldo rekening, pembelian asuransi, pembelian rumah dan bangunan, serta pembelian kendaraan bermotor.
Atas dakwaan korupsi, Fuad dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara untuk kasus cuci duit, ia didakwa melanggar Pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 ayat 1 huruf a dan c UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan UU No 25 tahun 2003 jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
(rdk)