Jaksa KPK Tuntut Bos Sentul City Hari ini

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Rabu, 13 Mei 2015 09:29 WIB
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi dijadwalkan bakal menuntut Bos Sentul City sekaligus Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng, di Pengadilan Tipikor, hari ini.
Tersangka kasus dugaan suap alih fungsi lahan hutan di Kabupaten Bogor Cahyadi Kumala alias Swee Teng (tengah) dengan mengenakan rompi tahanan, dikawal petugas seusai menjalani pemeriksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (30/9). (ANTARA/Reno Esnir)
Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi dijadwalkan bakal menuntut Bos Sentul City sekaligus bekas Presiden Direktur PT Bukit Jonggol Asri (PT BJA) Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng, di Pengadilan Tipikor, hari ini. Berkas penuntutan akan dibacakan oleh tim jaksa lembaga anturasuah yang diketuai oleh Surya Nelli.

Sebelumnya, Swie Teng didakwa telah menyuap Bupati Bogor Rachmat Yasin senilai Rp 5 miliar untuk memuluskan rekomendasi alih fungsi kawasan hutan di Jonggol, Bogor. Duit diserahkan oleh Yohan Yap, orang suruhan Swie Teng, kepada HM Zairin selaku Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor untuk diteruskan kepada Rachmat Yasin.

Penyuapan dimulai ketika Swie Teng mengajukan permohonan rekomendasi ruislag kawasan hutan seluas 2.754,85 hektare pada 10 Desember 2012 silam. Atas permohonan tersebut, Rachmat Yasin mendisposisi surat permohonan kepada Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Bogor.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada 18 April dua tahun lalu, dilakukan ekspose tukar menukar kawasan hutan PT BJA di ruang rapat Dinas Pertanian dan Kehuyanan Bogor. Pertemuan diikuti oleh HM Zairin dan sejumlah anak buah Swie Teng yakni Yohan Yap, Heru Tandaputra, Ardi Anwar, Dodi Supriyadi, serta Tardi. (Baca juga: Takut Disadap KPK, Pegawai Sentul City Ramai Ganti Ponsel)

Selanjutnya, pada 20 Agusus 2013, pemerintah Bogor mengeluarkan rekomendasi tukar menukar kawasan hutan untuk PT BJA. Namun, tak seluruh kawasan disetujui, hanya seluas 1.668,47 hektare. Sisanya, tercatat sebagai lahan izin usaha tambang atas nama PT Indocement Tunggal dan PT Smindo Resources. Surat rekomendasi pun macet.

Pada 6 Februari 2014, Yohan Yap dan Heru mendatangi Rachmat Yasin di rumah dinasnya, Cibinong, Bogor. Pada saat itu, Yohan menyerahkan duit senilai Rp 1 miliar. Lantas, pada 17 Februari, Rachmat membuat surat permohonan penjelasan ihwal 2.754 hektare kawasan hutan PT BJA yang tidak dapat dikeluarkan izinnya.

Pada Maret 2014, Yohan kembali menyerahkan duit senilai Rp 2 miliar. Pada bulan yang sama, Rachmat terus mendesak HM Zairin untuk mencari celah argumentasi soal tumpang tindih kawasan hutan antara PT BJA dengan PT Indocement Tunggal dan PT Semindo Resources. (Baca juga: Penyidik KPK Akui Sulit Cari Barang Bukti Kasus Suap Bogor)

Setelah melewati beberapa proses, pada 29 April 2014, Rachmat Yasin menerbitkan Surat Nomor: 522/624-Distanhut Perihal rekomendasi tukar-menukar kawasan huyan atas nama PT BJA ke Kementerian Kehutanan. Dalam surat tersebut, pemerintah Kabupaten Bogor mendukung kelanjutan proses tukar-menukar kawasan seluas 2.754 hektare. Namun, terkait lahan yang tumpang tindih, surat izin milik PT Indocement akan tetap berlaku sampai diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Kehutanan.

Untuk memenuhi "komitmen suap", Yohan kembali menyerahkan duit senilai Rp 1,5 miliar kepada Rachmat melalui HM Zairin. Duit diserahkan di Taman Budaya Sentul City, Kabupaten Bogor. Dalam kode sandi percakapan, keduanya menggunakan istilah "15 batang tanaman" untuk menyebut duit suap tersebut.

Atas suap tersebut, Swie Teng didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001. Swie Teng diancam lima tahun penjara. (Baca juga: Bos Sentul City Akui Ingin Hilangkan Jejak Suap)

Sebelumnya, Yohan Yap sudah lebih dulu divonis satu tahun enam bulan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung. Dalam perkara tersebut, Yohan hanya menjadi perantara dalam kasus ini. Sementara otak dari suap menyuap diduga dilakukan oleh Swie Teng.

Selain itu, Swie Teng juga didakwa menggagalkan penyidikan yang dilakukan oleh KPK terkait kasus korupsi Yohan Yap. Swie Teng didakwa mendesain modus pengaburan bukti korupsi dan menyuruh anak buahnya berbohong saat sidang.

Saat jalannya pemeriksaan, dua orang anak buahnya membatalkan Berkas Acara Pemeriksaan. Kedua orang tersebut mengaku telah diperintahkan Swie Teng untuk berbohong sesuai dengan skema yang telah direncanakan.

Swie Teng memerintahkan Teteung Rosita, Roselly Tjung, Dian Purwheny untuk memindahkan dokumen yang berhubungan dengan proses pengurusan rekomendasi tukar menukar kawasan hutan seluas 2754,85 hektare atas nama PT BJA kepada Bupati Bogor. Pemindahan dokumen agar tidak dapat disita oleh penyidik KPK.

Selain itu, Swie Teng juga didakwa memerintahkan Tantawi Jauhari Nasution untuk menyuruh Jo Shien Ni alias Nini menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah antara PT Briliant Perdana Sakti (PT BPS) dan PT Multihouse Indonesia (PT MI) sebesar Rp 4 miliar. Perjanjian tersebut digunakan sebagai modus untuk menutupi bukti aliran duit suap.

PT BPS melakukan kongkalikong dengan PT MI yang dipimpin oleh istri Yohan Yap, Nini. Duit perjanjian jual beli didakwa merupakan duit suap untuk Bupati Bogor Rachmat Yasin. Penyerahan duit dilakukan oleh Yohan Yap. Suap digunakan untuk memuluskan rekomendasi alih fungsi kawasan hutan.

Untuk menutupi jejaknya, Swie Teng menyuruh anak buahnya berbohong. Roselly, Suwito, Dian, dan Tina S Sugiro diperintahkan untuk memberikan keterangan yang tidak benar di hadapan penyidik KPK tentang kepemilikan PT BPS sebagai milik Haryadi Kumala (adik Swie Teng), padahal sebenarnya milik Swie Teng.

Swie Teng disebutkan dalam surat dakwaan, mengetahui dan menghendaki perbuatan tersebut untuk merintangu penyidikan FX Yohan Yap. Atas tindak pidana tersebut, Swie Teng dijerat Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001. (sip/sip)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER