Pengacara Fuad Amin Tak Terima KPK Tuntut Perkara Cuci Uang

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Rabu, 13 Mei 2015 11:58 WIB
Fuad Amin Imron menolak tuntutan jaksa KPK terkait pidana pencucian uang yang dilakukan sebelum tahun 2010 lantaran UU cuci duit baru diberlakukan.
Ketua DPRD nonaktif Bangkalan Fuad Amin Imron menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (7/5).
Jakarta, CNN Indonesia -- Pengacara bekas Bupati Bangkalan Fuad Amin Imron, Firman Wijaya, tak terima jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut kliennya atas kasus pencucian uang. Kewenangan lembaga antirasuah menuntut tindak pidana sebelum tahun 2010 tersebut digugat.

"Penyidik dan jaksa penuntut umum pada KPK tidak berwenang memeriksa dan menuntut perkara tindak pidana pencucian uang yang dilakukan sebelum berlakunya UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana penucian uang," kata Firman saat membacakan nota keberatan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/5).

Menurut Firman, yang berwenang memeriksa dan menuntut adalah penyidik dari Polri dan Kejaksaan Negeri sesuai Pasal 33 UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang pencucian uang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dalam dakwaan ketiga, surat dakwaan JPU KPK tidak dapat diterina karena perbuatan terdakwa dilakukan sebelum diundangkannya UU 8 Nomor 2010, sehingga penyidik dan penuntut umum KPK belum berwenang untuk melakukan penyidikan dan penuntutan," ucapnya.

Alhasil, tim kuasa hukum meminta majelis hakim untuk membatalkan dakwaan pencucian uang yang disebut jaksa telah dilakukan Fuad, yang juga terdakwa suap gas alam Bangkalan, sejak tahun 2003 hingga 2010.

Merujuk berkas dakwaan yang dibacakan Kamis (7/5), tim jaksa KPK menuding Fuad Amin disebut mencuci hartanya selama tujuh tahun. Harta kekayaan Fuad dialirkan ke penyedia jasa keuangan seluruhnya mencapai Rp 904,391 juta dan US$ 184,155 ribu; pembayaran asuransi sejumlah Rp 6,97 miliar; pembayaran pembelian kendaraan bermotor sejumlah Rp 2,214 miliar; serta pembayaran pembelian tanah dan bangunan sejumlah Rp 42,425 miliar.

Fuad pun didakwa melanggar Pasal 3 ayat 1 huruf a dan c UU No 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan UU No 25 tahun 2003 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun kurungan dan denda Rp 15 miliar.

Sementara itu, dalam dakwaan kedua, jaksa menuding Fuad mencuci duit dari tahun 2010 hingga 2014. Harta kekayaan Fuad dialirkan melalui beberapa media antara lain disimpan di penyedia jasa keuangan dengan saldo akhir seluruhnya Rp 139,73 miliar dan US$ 326,091 ribu; pembayaran asuransi sejumlah Rp 4,23 miliar; pembayaran pembelian kendaraan bermotor sejumlah Rp 7,177 miliar; serta pembayaran pembelian tanah dan bangunan sejumlah Rp 94,9 miliar.

Alhasil, Fuad dijerat Pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TIndak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 65 ayat 1 KUHP mengenai tindak pidana pencucian uang aktif dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp 10 miliar.

Dalam kasus gas alam di Bangkalan, Madura, Fuad disebut menerima duit senilai Rp 18,05 miliar. Duit diberikan Direktur Human Resource Developmen PT Media Karya Sentosa Antonius Bambang Djatmiko untuk memuluskan pembelian gas alam PT MKS di Blok Poleng, Bangkalan, Madura sejak tahun 2009 hingga 2014.

Tindakan tersebut menjeratnya dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (rdk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER