Jakarta, CNN Indonesia -- Bekas Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta sekaligus terdakwa kasus korupsi pengadaan bus TransJakarta, Udar Pristono, disebut telah menginstruksikan pencairan dana proyek oleh salah satu saksi. Padahal, kala itu pekerjaan belum sepenuhnya rampung.
Instruksi tersebut diberikan melalui penandatanganan Surat Perintah Membayar (SPM) dari pemerintah kepada penggarap proyek tahun 2013 sesuai kontrak kerja. Nilai pembayaran tersebut mencapai Rp 850 miliar.
Merujuk audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), negara merugi Rp 54,389 miliar. Jumlah tersebut merupakan kelebihan pembayaran kepada vendor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Proses pencairan mau ditindaklanjuti kan harus ada dokumen yang ditandatangani Kepada Dinas. Tanpa tanda tangan Kepala Dinas, ya tidak bisa diproses," ujar mantan Sekretaris Dinas Perhubungan DKI Jakarta sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Proyek tersebut, Drajad Adhyaksa, saat bersaksi untuk Udar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/5).
Dalam surat perintah pembayaran, hanya ada tanda tangan Udar sementara pejabat lain hanya membubuhkan paraf sebagai bentuk persetujuan.
Lebih lanjut, dalam bukti kuitansi, juga terdapat tanda tangan Udar yang juga menjabat sebagai Pengguna Anggaran dalam proyek Transjakarta tahun 2013 tersebut.
"Semua berkas yang diberikan ke Kepala Dinas sudah lengkap, termasuk kekurangannya," katanya.
Dalam pengerjaan proyek, Drajad mengaku tak seluruhnya beres. Meski bus sudah siap untuk berjalan dengan kapasitas mesin yang sesuai dengan rancangan, namun spesifikasi teknis belum memadai.
"GPS belum terpasang, papan rute belum terpasang, tangga darurat sudah dibuat tapi belum sesuai ukuran yang diharapkan, antara lain itu," ujarnya.
Seluruh kekurangan spesifikasi bus telah disampaikannya kepada Udar melalui laporan pada Desember 2013 silam. Namun, Udar tetap saja meloloskan pencairan duit.
Pencairan diberikan untuk pengerjaan busway baik
articulated (gandeng) maupun single.
Bus yang disiapkan yakni sebanyak 60 unit bus gandeng merek Yutong dari PT Korindo Motors dan PT Mobilindo Armada Cemerlang, 30 unit bus gandeng merk Ankai, dan 124 bus single merek Ankai dari PT Ifani Dewi.
Atas tindakan tersebut, Udar dijerat Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
(meg)