Jakarta, CNN Indonesia -- Partai Persatuan Pembangunan kubu Romahurmuziy menolak revisi Undang-undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada dan Undang-undang Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik.
Rencana revisi dua undang-undang tersebut menurut Ketua Dewan Pimpinan Pusat PPP Rusli Effendi lebih didasari oleh kepentingan semata. Untuk Undang-undang Pilkada bahkan menurutnya belum diaplikasikan karena belum lama disahkanoleh DPR.
"Ini lebih menunjukkan syahwat dan hasrat kekuasaan sehingga mengabaikan kepentingan yang lebih besar," kata Rusli saat ditemui di Jakarta, Minggu (17/5). Jika dua undang-undang tersebut jadi direvisi, Rusli menilai hanya untuk mengakomodir kepentingan politik kelompok tertentu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih jauh Rusli mengatakan, wacana revisi Undang-undang Pilkada juga telah mengambil waktu reses para anggota dewan. Reses yang seharusnya digunakan untuk menyerap aspirasi di daerah pemilihan malah digunakan untuk melakukan rapat terkait revisi Undang-undang Pilkada.
Oleh sebab itu, Rusli mewakili DPP PPP kubu Romy memerintahkan para kader PPP di fraksi DPR untuk menolak wacana revisi tersebut. Dia pun mengungkapkan agar para kader untuk fokus membahas revisi undang-undang yang masuk dalam program legislasi nasional 2015.
"Revisi UU Pilkada dimunculkan sebagai bentuk kepanikan politik karena khawatir tidak bisa ikut pilkada," katanya.
Sebelumnya pimpinan DPR bersama dengan Komisi II kembali melakukan pembahasan mengenai pencalonan untuk Pilkada 2015. Sebelumnya, ada tiga rekomendasi yang dihasilkan dalam rapat Panja Pilkada Komisi II bersama dengan Kementerian Dalam Negeri. Pertama adalah sepakat untuk menggunakan putusan inkrah.
Apabila belum inkrah, usulan berikutnya adalah upaya islah. Upaya ini yang ternyata belum bisa direalisasikan bagi partai beringin ini.
Kemudian, sampai tenggat pendaftaran pencalonan pada 26-28 Juli mendatang, dan belum ada putusan inkrah atau belum terjadi islah, maka diusulkan KPU menggunakan hasil putusan pengadilan terakhir, meskipun belum inkrah.(Baca juga:
Kedepankan Hak Rakyat, PDIP Tolak Revisi UU Pilkada)
Awalnya, KPU enggan untuk menerima poin ketiga rekomendasi Panja Pilkada yakni menerima putusan pengadilan terkini meski belum inkrah.
Kendati demikian, rekomendasi tersebut diterima seiring dengan adanya revisi terbatas atas undang-undang mengenai partai politik dan Pilkada yang akan dilakukan oleh DPR dan pemerintah. Langkah tersebut diambil untuk memberikan payung hukum kepada Parpol yang bersengketa untuk dapat ikut Pilkada.
Peliknya soal payung hukum Pilkada yang dilaksanakan serentak pada akhir tahun ini membuat DPR merasa perlu untuk membahasnya bersama Presiden Joko Widodo. Dijadwalkan besok Jokowi bersama pimpinan DPR akan menggelar rapat konsultasi soal revisi dua undang-undang tersebut.
PPP sebenarnya merupakan salah satu partai politik yang bakal terpengaruh dengan adanya revisi dua undang-undang tersebut. Pasalnya saat ini di tubuh partai ka'bah ada dualisme kepemimpinan. (Baca juga:
KPU Cemas Pilkada Serentak Terhambat Revisi UU)
PPP hasil Muktamar Surabaya dipimpin oleh Romahurmuziy sementara PPP hasil Muktamar Jakarta di bawah pimpinan Djan Faridz.
Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM yang mengesahkan kepemimpinan Romahurmuziy belakangan dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara. Namun keputusan ini tidak diterima oleh Romahurmuziy yang kemudian mengajukan banding.
Partai politik lain yang akan terpengaruh adalah Partai Golkar. Dalam kasus Golkar, Menteri Hukum dan HAM lebih mengakui kepengurusan Agung Laksono hasil Munas di Jakarta. Gugatan kepengurusan hasil Munas Bali di bawah pimpinan Aburizal Bakrie di PTUN baru akan diumumkan besok.
Kubu Agung sudah menyatakan siap mengajukan banding jika kalah di PTUN. Sementara kubu Aburizal mengatakan siap menerima keputusan hakim PTUN. (Baca juga:
Kedepankan Hak Rakyat, PDIP Tolak Revisi UU Pilkada)
(sur)