Perketat Perlindungan Satwa, Menteri Siti Temui Komisi IV DPR

Tri Wahyuni | CNN Indonesia
Senin, 18 Mei 2015 14:24 WIB
Ganjaran hukuman kepada penyelundup sumber daya alam hayati dinilai sangat lemah. Karenanya, penegakan hukum terhadap penyelundup pun dibahas kembali.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar (kedua kanan) menyampaikan paparan Refleksi 100 Hari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, didampingi anggota Komisi VII DPR Satya Widya Yudha (kanan), anggota Komisi IV DPR Darori Wonorejo (kedua kiri) dan pengamat lingkungan hidup Wimar Witoelar (kiri) di Jakarta, Selasa (3/2). (ANTARAFOTO/Puspa Perwitasari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengaku telah membicarakan perihal revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Pasca terungkapnya kasus penyelundupan burung kakatua jambul kuning yang dimasukkan ke dalam botol air mineral, telah banyak pihak yang mendesak pemerintah untuk segera merevisi Undang-Undang tersebut yang dinilai tidak membuat efek jera itu.

"Kami sudah berkomunikasi dengan komisi IV, bapak Edi Prabowo. Dia menyatakan 'Ibu Nur sambil kita lihat, ada program prosedur legislasinya'" kata Siti di Gedung Manggala Wanabakti, Senin (18/5).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Siti mengungkapkan, pembicaraan dengan komisi IV sebenarnya belum mengarah pada revisi. "Saya dengan komisi IV belum lompat ke revisi. Tapi lihat dulu yang ini penegakkan hukumnya seperti apa. Tapi saya sudah informasikan beberapa hal. Beliau mendukung upaya kita dalam menyelamatkan satwa yang dilindungi ini," ujar Siti.

Undang-Undang tersebut dinilai lemah lantaran sanksi yang diganjar dinilai cukup ringan. "Di Undang-Undang No. 5 tahun 1990 itu hukumannya lima tahun maksimum dan dendanya hanya 100 juta," ujar Siti.

Dia mengungkapkan, dari contoh kasus selama 10 tahun belakangan, kebanyakan hukuman yang dijatuhkan paling lama hanya delapan bulan. "Ada 39 kasus, lima sudah divonis. Rata-rata hukumannya 3-5 bulan, yang paling tinggi delapan bulan. Itu khusus burung saja," kata Siti. Hal inilah yang dinilainya tidak bisa menimbulkan efek jera.

Selain dari aspek Undang-Undang, Siti pun memperkirakan ada masalah lainnya yang menyebabkan hukuman yang dijatuhkan tidak maksimal. "Perkiraan saya pasti materi gugatan dan lain-lain. Kedua, soal saksi ahli. Ini investigasinya mesti improve banget. Kita mungkin jebol disitu," kata Siti.

Menurut dia, masalah lainnya menyangkut teknik inteligen dan teknik investigasi juga perlu dikaji lagi. Untuk itu, sejak September lalu Siti bekerja sama dengan kedutaan besar Amerika Serikat untuk menuntaskan wildlife crime (kejahatan terhadap satwa liar) yang kerap terjadi di Indonesia.

"Saya panggil kedutaannya, bisa enggak ada referensi atau dukungan teknis atau apa bisa yang kita lakukan. Terkait teknik training, pelatihan di intel dan investigasi. Saya juga minta untuk pers juga," ujar Siti. (meg)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER