Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama Bank Central Asia (BCA) Jahja Setiaatmadja diperiksa penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse dan Kriminal Polri (Tipikor) terkait kasus dugaan korupsi pada program pembayaran paspor elektronik
payment gateway di Kementerian Hukum dan HAM.
"Iya betul, Dirut BCA," kata Direktur Tipikor Brigadir Jenderal Ahmad Wiyagus saat dikonfirmasi, Rabu (20/5).
Ketika ditanyai alasan pemeriksaan ini, Wiyagus tidak menjelaskan secara rinci. "Karena dia saksi," ujarnya. Wiyagus juga mengatakan, Jahja diperiksa sejak 09.00 WIB pagi tadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan informasi yang didapatkan CNN Indonesia, BCA adalah bank yang digunakan untuk menampung aliran dana pemasukan negara bukan pajak (PNBP) dari perusahaan rekanan program bermasalah tersebut.
Kepolisian menyatakan, salah satu permasalahan dalam kasus ini adalah aliran dana PNBP dari wajib bayar yang hendak membuat paspor ditampung terlebih dahulu di rekening bank swasta atas nama perusahaan rekanan.
Padahal, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, seharusnya aliran dana tersebut langsung disetorkan ke kas negara. Dalam kasus ini, polisi sudah melakukan penggeledahan dua perusahaan rekanan kasus
payment gateway, yakni PT Nusa Satu Inti Artha di Plaza Asia Office Jalan Jenderal Sudirman dan PT Finnet Indonesia di Menara Bhidakara, Jalan Gatot Subroto.
Dalam kasus ini, penyidik telah menetapkan bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana sebagai tersangka. Dia ditetapkan tersangka karena diduga mengotaki program tersebut. Hingga saat ini, belum ada tersangka baru ditetapkan. (Baca juga:
Ditanya Soal Payment Gateway, Denny: Itu Pertanyaan Keliru!)
Kepala Sub Direktorat II Komisaris Besar Djoko Purwanto kepada CNN Indonesia mengatakan, penyidik masih berupaya melengkapi berkas untuk menuju pelimpahan tahap I ke Kejaksaan.
Namun, dia belum bisa memastikan maupun menargetkan kapan berkas perkara Denny akan dilimpahkan. "Kami penyidik mau secepatnya dilimpahkan, ini tanggungjawab kami setelah menetapkan tersangka,” katanya.
Sebelum Denny mencetuskan proyek
payment gateway, Kementerian Keuangan sudah mempunyai sistem penerimaan negara bukan pajak yang disebut Simponi.
Sistem tersebut, merujuk pada laman Kemenkeu.go.id, menyediakan layanan bagi wajib bayar untuk menyetor melalui berbagai layanan pembayaran seperti teller, Anjungan Tunai Mandiri (ATM), Electronic Data Capture (EDC) maupun
internet banking.
Layanan tersebut kurang lebih serupa dengan yang ditawarkan dalam program
payment gateway. Dalam layanan
payment gateway, wajib bayar dikenakan biaya tambahan sebesar Rp 5.000. Padahal Peraturan Menteri Keuangan tidak mengizinkan adanya pungutan tambahan untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB). (Baca juga:
Badrodin Sebut Ada Kerugian Negara dalam Kasus Denny)
Oleh sebab itu, pada 11 Juli 2014, Kementerian Keuangan mengirim surat ke Kemenkumham untuk menghentikan program
payment gateway itu. Atas dasar surat tersebut, Amir Syamsuddin yang saat itu menjabat Menkumham lalu menghentikan program itu.
(hel)