Jakarta, CNN Indonesia -- Pakar perpajakan dari Badan Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Keuangan, Ida Zuraida mengungkapkan kewenangan seorang Direktur Jenderal Pajak sudah diatur secara khusus di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (perbaruan UU Nomor 6/1983) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Salah satu kewenangan Dirjen Pajak yang bersifat khusus ini, Ida katakan, adalah ketika memutuskan keberatan Wajib Pajak.
Ida menjelaskan apabila Wajib Pajak merasa keberatan atas pemenuhan pajak yang dikenakan terhadapnya, ia berhak mengajukan keberatan Wajib Pajak kepada Dirjen Pajak. Dirjen Pajak kemudian diberi waktu paling lama 12 bulan untuk menanggapi keberatan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika Dirjen Pajak melampaui waktu tersebut, permohonan keberatan Wajib Pajak dianggap dikabulkan," ujar Ida saat memberikan keterangan sebagai ahli di sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (20/5), dalam sidang praperadilan mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo atas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dirjen Pajak memiliki kewenangan untuk memeriksa keberatan Wajib Pajak. Jika dalam pemeriksaan ditemukan kekeliruan, Dirjen Pajak berwenang memperbaiki atau membetulkan jumlah pajak terhadap Wajib Pajak, atau bahkan membatalkannya.
Namun, apabila di dalam mengeluarkan putusan keberatan Wajib Pajak, pihak pemohon atau Wajib Pajak tidak merasa puas, ia bisa mengajukan banding melalui pengadilan pajak. "Putusan pengadilan pajak bersifat final dan mengikat," ujar Ida.
Kewenangan dalam memutuskan keberatan Wajib Pajak, menurut Ida, hanya menjadi milik Dirjen Pajak. Ida mengklaim Menteri Keuangan sendiri bahkan tidak memiliki wewenang untuk memutuskan atau mengintervensi keputusan Dirjen Pajak dalam menerima atau menolak keberatan Wajib Pajak.
Karena hanya menjadi kewenangan Dirjen Pajak, maka tindakan Dirjen Pajak dalam memutuskan keberatan Wajib Pajak harus berdasarkan itikad baik, sesuai Pasal 36A Ayat 5 UU KUP. Akan tetapi, jika Dirjen Pajak mengeluarkan keputusan tidak berdasarkan itikad baik atau memiliki indikasi KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), Ida mengatakan akan ada pemeriksaan oleh pengawas internal.
"Jika ada pelanggaran kewenangan, dilakukan pengawasan internal oleh Inspektorat Jenderal. Lalu dilaporkan ke Menteri Keuangan," ujar Ida.
Kemudian jika hasil pengawasan internal ditemukan ada tindak pidana lain di luar sengketa perpajakan, Ida mengaku tindak pidana tersebut akan dilaporkan kepada lembaga penegak hukum. "Jika memang terbukti ada gratifikasi (misalnya), itu menjadi kewenangan dari tindak pidana korupsi," ujar Ida.
Ida menjadi salah satu ahli yang diajukan oleh Hadi Poernomo. Menurut Hadi, lembaga antirasuah tidak berwenang memeriksa, bahkan menetapkan dirinya sebagai tersangka, atas kebijakan keberatan Wajib Pajak yang ia keluarkan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Hadi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penerimaan permohonan keberatan wajib pajak PT Bank Central Asia Tbk Tahun 1999 sehingga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 375 miliar dan menguntungkan pihak lain.
Hadi disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
(hel)