Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi menghadirkan delapan saksi dalam sidang praperadilan melawan bekas Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hadi Poernomo di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (21/5).
"Kami akan menghadirkan lima ahli dan tiga saksi, Yang Mulia Hakim," ujar kuasa hukum KPK Yudi Kristiana kepada hakim tunggal Haswandi.
Kelima ahli tersebut akan menerangkan tentang hukum pidana, hukum administrasi negara, dan hukum tata negara, termasuk perancang pengatur perundang-undangan. Sementara untuk saksi fakta, akan dihadirkan penyelidik KPK yang bertugas menangani kasus Hadi Poernomo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, pihak Hadi telah menghadirkan empat ahli dalam pembuktian di sidang praperadilan, Rabu (20/5). Keempat ahli tersebut di antaranya Eva Achjani Zulfa sebagai ahli hukum pidana Universitas Indonesia, Ida Zuraida sebagai ahli perpajakan Badan Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Keuangan, I Gede Panca Astawa sebagai ahli administrasi negara Universitas Padjajaran, dan Romli Atmasasmita sebagai pakar hukum pidana yang juga salah satu perancang UU KPK.
Menanggapi keterangan ahli dari pihak Hadi, KPK berkeyakinan penuh akan memenangkan praperadilan ini. "Kami semakin percaya diri, jelas.
Don't worry about it," ujar Yudi.
Sidang praperadilan Hadi kemarin mengagendakan pembuktian dari pihak termohon, yakni KPK, untuk membuktikan dalil jawaban praperadilan. Sidang diawali dengan pemeriksaan ahli KPK bernama Oka Mahendra, mantan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi pada 2004. Ia menjadi salah satu staf perancang Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Penyelidik dan penyidik bisa bukan dari PolriOka menjelaskan lembaga antirasuah memiliki kewenangan dalam mengangkat sendiri pegawai atas keahliannya sesuai Pasal 24 Ayat 2 UU KPK. "Di Pasal itu ditegaskan bahwa pertama adalah harus WNI, kedua harus memiliki keahlian," ujar Oka.
Meski di Pasal 39 Ayat 3 UU KPK disebutkan penyelidik, penyidik dan penuntut umum diberhentikan sementara dari instansi Kepolisian dan Kejaksaan saat bekerja di KPK, hal itu tidak berarti bahwa penyelidik, penyidik dan penuntut umum harus berasal dari kedua institusi tersebut.
"Di dalam UU tidak dipermasalahkan bahwa harus wajib dari kepolisian atau kejaksaan," ujar Oka.
Sebelumnya, Hadi mempermasalahkan status penyelidik dan penyidik KPK yang dianggap melanggar prosedur perundang-undangan.
Dalam materi permohonan praperadilan Hadi mengatakan, salah satu penyelidik KPK atas nama Arry Widiatmoko bukan merupakan pejabat Kepolisian atau pernah menjabat sebagai anggota Kepolisian, melainkan berasal dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Selain itu, terdapat juga dua penyidik KPK yang bukan merupakan pejabat Kepolisian, yaitu Ambarita Damanik dan Yudi Kristiana. Ambarita, kata Hadi, telah diberhentikan dari Dinas Polri pada 25 November 2014. Sementara Yudi merupakan pegawai Kejaksaan yang ditugaskan di KPK sebagai jaksa penuntut umum.
Hadi kemudian mengajukan permohonan praperadilan di PN Jakarta Selatan untuk menggugat KPK atas penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kebijakan keberatan wajib pajak yang ia keluarkan.
Hadi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penerimaan permohonan keberatan wajib pajak PT Bank Central Asia Tbk Tahun 1999 sehingga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 375 miliar dan menguntungkan pihak lain.
Hadi disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
(pit)