KPK: 371 Kasus Berkekuatan Hukum Tetap Tanpa Penyidik Polri

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Rabu, 27 Mei 2015 08:06 WIB
Kalah dalam gugatan Hadi Purnomo, KPK menegaskan ada ratusan kasus yang telah berkekuatan hukum tetap tanpa penyelidik dan penyidik dari Polri di dalamnya.
Pimpinan dan Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat menghelat jumpa pers menanggapi putusan praperadilan bekas Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hadi Purnomo di Gedung KPK, Selasa (26/5). (CNN Indonesia/Aghnia Adzkia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan ada sebanyak 371 kasus korupsi yang ditangani sejak tahun 2004 telah berkekuatan hukum tetap. Sebagian tim penyidik dan penyelidik kasus tersebut bukan berasal dari Polri.

"Artinya sudah melalui tahapan diperiksa di tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi, Mahkamah Agung (MA), dan yang sudah inkracht. Tidak ada yang menyatakan salah dalam penanganan kasus ini, tidak ada yang salah dalam proses," ujar pimpinan sementara lembaga antirasuah Taufiequrachman Ruki dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (26/5).

Ruki menegaskan proses hukum dua tahapan tersebut sudah sesuai dengan aturan yang termaktub dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Hal senada diutarakan pimpinan lainnya, Indriyanto Seno Adji.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Penyelidik dan penyidik bisa diangkat oleh pimpinan. Detilnya ada di Peraturan Komisi (Perkom). Tapi yang dicari adalah basis legalitas pengangkatan apakah dibenarkan atau tidak, ini penafsiran antar kita," kata Indriyanto.

Merujuk Pasal 45 UU KPK, penyidik yang bekerja di lembaga antirasuah tersebut diangkat dan diberhentikan oleh KPK. Pengangkatan dan pemberhentian dikeluarkan melalui Surat Keputusan yang ditandatangani oleh pimpinan komisi antirasuah tersebut.

Mereka yang bekerja di KPK memiliki masa jabatan selama empat tahun. Hal tersebut termaktub dalam PP Nomor 63 Tahun 2005 tentang sistem manajemen sumber daya manusia KPK.

"Itu sudah tegas dan jelas. Tidak bisa dinterpretasikan lagi. Prinsipnya kita begitu tidak bisa diinterpretasikan lain," katanya.

Ihwal sah atau tidaknya penyelidik dan penyidik mencuat saat bekas Dirjen Pajak Kementerian Keuangan Hadi Purnomo menggugat komisi antirasuah atas penetapan dirinya sebagai tersangka.

Atas gugatan tersebut, Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Haswandi memutuskan untuk membatalkan penetapan tersangka.

"Karena penyidikan terhadap pemohon yang dilakukan termohon tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan karenanya penyidikan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Haswandi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Penyidik dinilai tak sah lantaran penyelidikan dan penyidikan dilakukan oleh penyelidik yang tidak berasal dari Polri. Terlebih, KPK dinilai tak memiliki dasar untuk mengangkat penyidik dan penyelidik di luar Polri.

Hadi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 21 April 2014 atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam penerimaan permohonan keberatan wajib pajak PT Bank Central Asia Tbk Tahun 1999 sehingga menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 375 miliar dan menguntungkan pihak lain.

Namun, putusan Hakim Haswandi bertentangan dengan putusan yang dibacakan Hakim Riyadi pada gugatan Suroso. Hakim Riyadi memutuskan untuk menolak seluruh permohonan praperadilan Suroso.

Putusan tersebut berdasar pada pertimbangan bahwa penetapan tersangka dan sah atau tidaknya penyidikan bukan merupakan obyek praperadilan, mengacu pada Pasal 77 juncto Pasal 82 ayat 1 huruf (b) jo Pasal 95 ayat 1 dan 2 KUHAP.

Hakim Riyadi berpendapat, penyidik yang diangkat oleh KPK tidak harus dari pejabat kepolisian, tetapi bisa merupakan penyidik independen yang diberi kewenangan oleh KPK, merujuk Pasal 39 ayat 3 jo Pasal 45 UU KPK.

Suroso menggugat penetapan dirinya sebagai tersangka oleh lembaga antirasuah atas kasus suap pengadaan zat tambahan bahan bakar TEL (tetraethyl lead) 2004 dan 2005. Suroso disangka mengantungi duit suap dari Direktur PT Soegih Indrajaya, Willy Sebastian Liem.

Atas perbuatan itu Suroso sebagai penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf a dan atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara Willy sebagai pihak pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b dan atau Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi. (meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER