Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak akan menghentikan penyidikan kasus yang menimpa bekas Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hadi Purnomo. Alasannya, putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Haswandi yang meminta komisi antirasuah untuk menghentikan penyidikan, dinilai bertentangan dengan undang-undang.
"Putusan praperadilan memerintakan untuk menghentikan penyidikan. Itu bertentangan dengan Pasal 40 UU Nomor 30 tahun 2002 yang mengatakan KPK tidak boleh menghentikan penyidikan," ujar pimpinan sementara KPK Taufiequrachman Ruki saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Selasa (26/5).
Ruki menegaskan ihwal penghentian penyidikan tak masuk dalam materi gugatan yang diajukan Hadi. "Pemohon (Hadi Purnomo) hanya memohon bahwa penyidikan KPK tidak sah," katanya menambahkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ruki memastikan Hadi kini tetap berstatus sebagai tersangka. "Status masih tersangka," katanya. Alhasil, Hadi masih akan menjalani pemeriksaan dirinya sebagai tersangka kasus korupsi.
Selain Hadi, KPK juga masih tetap memanggil pihak lain sebagi saksi. "(Pemeriksaan saksi) kita sesuaikan dengan hasil putusan (praperadilan)," ujarnya.
Perkembangan kasus Hadi Purnomo masih dalam tahap penyidikan. Pemeriksaan terakhir dilakukan terhadap Direktur Utama Bank Central Asia (BCA), Jahja Setiaatmadja, Jumat (22/5).
Berdasarkan catatan CNN Indonesia, ini merupakan pemeriksaan KPK yang pertama terhadap otoritas BCA dalam kasus yang ditengarai menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 375 miliar. Sebelumnya, pimpinan KPK berulang kali mengatakan, penyidiknya pasti akan meminta keterangan pejabat BCA dalam perkara ini.
Hadi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 21 April 2014. Bermula pada Juli 2003, Bank BCA mengajukan surat keberatan pengenaan pajak atas transaksi non-performing loan (NPL) atau kredit macet Rp 5,7 triliun kepada Direktorat Pajak Penghasilan (PPh) Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan.
Pada 13 Maret 2004, Direktorat PPh mengirimkan surat pengantar risalah yang berisi keberatan atas permohonan BCA dan pernyataan menolak permohonan tersebut kepada Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak.
Pada 17 Juli 2004 atau sehari sebelum jatuh tempo bagi Dirjen Pajak untuk memberikan keputusan final atas permohonan BCA, Hadi membuat keputusan yang mengagetkan. Dia balik mengirimkan nota kepada Direktorat PPh agar mengubah kesimpulan.
Hadi meminta kesimpulan yang semula menolak agar diubah menjadi menerima seluruh keberatan. Namun, belum selesai bawahannya mengubah risalah, 18 Juli 2004, Hadi justru menerbitkan surat ketetapan pajak nihil (SKPN) sebagai tindak lanjut telah diterimanya keberatan yang diajukan BCA.
Atas perbuatannya, Hadi disangka melanggar pasal 2 ayat 1 dan/atau pasal 3 UU No 31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(rdk)