Makin Lama Pengadilan HAM Dibentuk, Makin Banyak Bukti Hilang

Suriyanto | CNN Indonesia
Rabu, 27 Mei 2015 23:05 WIB
Rekomendasi Komnas HAM harus jadi dasar pemerintah jika ingin menggelar pengadilan HAM dengan mentaati ketentuan yang ada.
Mahasiswa Universitas Dr. Soetomo melakukan aksi memperingati Tragedi Trisakti di Surabaya, Jawa Timur, Senin (11/5). (Antara/Herman Dewantoro)
Jakarta, CNN Indonesia -- Praktisi hukum Todung Mulya Lubis menilai, pemerintah seharusnya juga memasukan kasus penembakan mahasiswa Univesitas Trisakti dan pembunuhan aktivis hak asasi manusia dalam pengadilan HAM. Jika pemerintah punya komitmen, tidak seharusnya pemerintah tidak memasukan dua kasus tersebut dalam pengadilan HAM.

Untuk mengkategorikan kasus yang diproses dalam pengadilan HAM, menurut Todung, cukup dengan menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM. "Hasil rekomendasi Komnas HAM bisa jadi dasar," kata Todung kepada CNN Indonesia, Rabu (27/5).

Apalagi selama ini sudah ada ketentuan kasus mana yang dinilai sebagai bentuk pelanggaran HAM atau bukan. Bahkan, pemerintah, kata Todung, selama ini sudah meratifikasi instrumen HAM internasional.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pegang saja semua ketentuan itu," ujar Todung. (Baca juga: Jokowi Bentuk Komite Rekonsiliasi untuk Kasus HAM Masa Lalu)

Secepat mungkin pengadilan HAM digelar menurutnya semakin bagus. Pasalnya jika semakin waktu diulur, semakin sulit mendapatkan bukti dan saksi.

Ia mencontohkan kasus pelanggaran HAM 1965 yakni pembantaian orang-orang yang diduga terlibat Partai Komunis Indonesia. Meski saat ini pemerintah menyatakan akan mengajukan ke pengadilan HAM, namun faktanya alat bukti susah didapat.

Para saksi sudah banyak yang meninggal dunia dan barang bukti semakin sulit ditemukan. "Kalau semakin lama akan semakin sulit," kata Todung.

Sebelumnya Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan, pemerintah tidak menutup kemungkinan membawa kasus pelanggaran hak asasi manusia ke ranah yudisial.

Ia memberi contoh kasus penembakan empat orang warga Paniai, Papua yang akan dibawa ke pengadilan HAM jika tim pencari fakta yang dibentuk pemerintah mendapatkan alat bukti kuat.

Kasus lain yang coba diangkat kembali adalah kasus pelanggaran HAM tahun 1965 meski diakui sulit mencari bukti dan saksi karena sudah terlalu lama.

Namun Tedjo menegaskan jika kasus Trisakti dan pembunuhan Munir tidak akan dibawa ke pengadilan HAM. (Baca juga: Pegiat HAM Ragukan Komitmen Jokowi Tuntaskan Kasus Masa Lalu)

Mantan Kepala Staf Angkatan Laut ini menilai, kasus Trisaksi sudah selesai dengan digelarnya dua kali pengadilan yang menghukum para pelakunya. Sementara untuk kasus Munir menurut Tedjo bukan kasus pelanggaran HAM karena bersifat pribadi. Selain itu, pelakunya, Pollycarpus Budihari Priyanto sudah dipenjara, bahkan sudah bebas lagi setelah mendapat pembebasan bersyarat. (sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER