Jakarta, CNN Indonesia -- Posisi Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tampaknya bakal makin tenang duduk di kursinya. Satu lagi dukungan dari DPRD mengalir buat mantan Bupati Bangka Belitung itu. Fraksi PKB DPRD DKI Jakarta yang kemarin disebutkan mendukung Hak Menyatakan Pendapat (HMP) ternyata berbalik arah.
Ketua Fraksi PKB DPRD DKI Jakarta Hasbiallah Ilyas menyatakan bahwa fraksinya menolak untuk menggulirkan HMP. “Tidak. Sejak awal Fraksi PKB menolak untuk adanya HMP buat Ahok,” kata Hasbiallah saat dihubungi CNN Indonesia, Kamis (4/6). (Baca juga:
Ahok: Kalau Jadi HMP, Bagus Dong!)
Hasbiallah lalu menjelaskan duduk perkara sampai muncul pemberitaan bahwa Fraksi PKB disebut mendukung HMP. Kemarin, kata Hasbiallah DPRD DKI Jakarta mengadakan rapat pimpinan gabungan. Rapat itu dilakukan antara pimpinan Dewan dengan para pimpinan fraksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agenda dalam rapat itu adalah pembahasan raperda dan Hak Angket. Ada beberapa raperda yang dibahas, salah satunya adalah raperda soal kebudayaan betawi. Hasbiallah menyatakan, karena dia menilai sudah tidak ada relevansinya untuk melanjutkan Hak Angket, maka dia mengutus Sekretaris Fraksi PKB Mualif.
Usai rapat itu, lanjut Hasbiallah, Mualif ditanya soal HMP. Saat itu, kata Hasbiallah, Mualif menyatakan bahwa dirinya mendukung untuk digulirkannya HMP. Hasbiallah yang juga Ketua DPW PKB DKI Jakarta itu mengaku kaget.
“Saya lalu menghubungi Pak Mualif untuk menanyakan hal itu. Pak Mualif menyatakan itu adalah pendapat pribadi dirinya sebagai anggota Dewan. Tetapi kata Pak Mualif, dirinya menunggu arahan pimpinan fraksi dan pimpinan partai terkait HMP. Apa petunjuk fraksi dan partai dia akan ikut,” tuturnya.
Hasbiallah menegaskan bahwa fraksinya dan juga PKB sudah memutuskan untuk tidak ikut dalam pengguliran HMP terhadap Ahok. “Saya ketua fraksi, saya juga ketua DPW. Suasana kebatinan di fraksi dan partai memang tidak ingin HMP,” tegasnya.
Wacana untuk menggulirkan HMP bagi Ahok, sebut Hasbiallah adalah sia-sia. Menurut dia, berdasarkan aturan, untuk mengajukan HMP, syaratnya adalah 3/4 anggota DPR harus hadir dalam paripurna untuk membahas HMP. Syarat itu, paparnya, masih dtambah bahwa HMP itu harus disetujui oleh 2/3 anggota DPRD yang ikut paripurna tersebut. “Ya pengajuan HMP ke Ahok sia-sia saja. Seluruh anggota Fraksi PDIP saja tidak ikut serta, maka HMP itu gugur tidak jalan,” tegasnya. (Baca juga:
Lulung: HMP ke Pemakzulan Sekitar Sebulan, Ahok Mundur Saja)
Berdasarkan Pasal 336 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), pengajuan HMP harus dilaksanakan dengan syarat adanya kehadiran minimal 3/4 anggota dewan saat paripurna. Ketika paripurna berlangsung, suara untuk menggulirkan HMP juga harus berasal dari minimal 2/3 anggota DPRD yang hadir saat itu.
Dengan jumlah 106 legislator yang ada di DPRD DKI Jakarta, maka lembaga tersebut membutuhkan sekurang-kurangnya dukungan dari 79 anggota untuk menggulirkan HMP kepada Ahok. Perhitungan tersebut muncul dengan asumsi seluruh anggota dewan hadir dalam paripurna. Jika Fraksi PDIP saja tidak sepakat HMP meski semuanya sepakat, maka HMP tidak bisa bergulir.
Anggota Fraksi PDIP adalah 28 orang. Jika semuanya tidak ikut serta di paripurna, maka sisa anggota DPRD adalah 78 orang. Jumlah yang tidak memenuhi syarat untuk menggulirkan HMP. “Itu masih ditambah dengan Fraksi Hanura dan NasDem yang juga menola HMP. Ini tambah lagi dengan PKB. Jadi sejak awal HMP ke Ahok memang sia-sia,” ujarnya. (Baca juga:
Tiga Fraksi Menolak, Kemungkinan HMP atas Ahok Kecil)
Wacana HMP ini memang bergulir kemarin usai Rapat Pimpinan Gabungan DPRD DKI Jakarta kemarin. HMP ini muncul sebagai tindak lanjut dari Hak Angket yang telah digulirkan sebelumnya.
Hasil dari Hak Angket itu adalah menyatakan Ahok bersalah, memiliki etika yang tidak pantas sebagai Kepala Daerah, dan meminta agar Pimpinan DPRD DKI Jakarta segera menindaklanjuti temuan pansus angket tersebut.
Hak Angket terhadap Ahok dipicu oleh konflik antara DPRD DKI Jakarta dengan Ahok terkait penyusunan APBD DKI Jakarta 2015. Ahok mengirimkan RAPBD DKI Jakarta ke Kementerian Dalam Negeri bukan dari hasil pembahasan dengan DPRD DKI Jakarta. Ahok menilai RAPBD yang dibahas bersama Dewan banyak anggaran siluman.
DPRD kemudian menggulirkan Hak Angket yang kemudian dibalas Ahok dengan melaporkan dugaan anggaran siluman di APBD 2014 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun kasus ini kemudian ada yang melaporkan ke Polda Metro Jaya sebelum akhirnya diambil alih oleh Mabes Polri.
Salah satu buah dari laporan Ahok adalah diungkapnya kasus korupsi UPS (
uninterruptible power supply) yang telah menetapkan dua tersangka dan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham Lunggana alias Lulung yang telah beberapa kali diperiksa Mabes Polri sebagai sakso, termasuk penggeledahan atas ruangannya.
BACA FOKUS:
Soal Ahok dan Gaya Bicaranya (hel)