Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang permohonan praperadilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan yang mempersoalkan keabsahan penggeledahan dan penyitaan, Selasa (9/6). Agenda sidang hari kedua ini adalah pembacaan materi permohonan dari kuasa hukum Novel.
Hakim tunggal Dahmi Wirda membuka sidang pukul 9.00 WIB, terlambat satu jam dari jadwal yang ditentukan. Sidang diawali dengan kuasa hukum Novel, yang terdiri dari dua orang, membacakan materi permohonan secara bergantian.
Usai membacakan permohonan, Biro Bantuan Hukum Polri selaku termohon mengajukan interupsi keberatan. Menurut Polri, yang dibacakan oleh kuasa hukum Novel memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan materi permohonan yang mereka terima.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tim kuasa hukum Novel memang melakukan perbaikan dalam materi permohonan tersebut. Namun mereka mengklaim perbaikan itu tidak mengubah substansi permohonan.
Menanggapi hal tersebut, hakim Dahmi berpendapat bahwa perbaikan yang dilakukan oleh tim kuasa hukum Novel cukup membingungkan. Misal, perbaikan dilakukan dengan menambah tiga hingga empat baris kalimat di dalam poin amar.
"Dalam praperadilan ini Saudara menambah empat baris. Ini bukan renvoi," ujar Dahmi.
Dahmi memberi kesempatan kepada pihak termohon untuk menanggapi. "Ada dua permohonan. Kami bingung. Ada perbedaan antara posita dan petitum di dua permohonan ini," ujar salah satu anggota Biro Hukum Polri, Joel Baner Tundan.
Joel meminta izin kepada hakim dua hari untuk menanggapi permohonan tersebut.
Namun hakim Dahmi berkeras tidak dapat mengabulkan permohonan tersebut. Dia menyarankan kepada tim kuasa hukum Novel untuk mencabut permohonan karena yang dibacakan ini tidak relevan dengan permohonan yang sudah didaftarkan sebelumnya.
"(Praperadilan) ini ibaratnya semi perdata. Di dalam perbaikan yang berlaku selama ini kalau ada perubahan langsung saja. Saya sendiri merancukan. Kami dari PN sebaiknya dicabut. Kalau pemohon tetap, kami akan mencatat keberatan termohon," ujar Dahmi.
Novel diketahui dua kali mendaftarkan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Permohonan pertama Novel menyoalkan keabsahan prosedur penangkapan dan penahanan yang dilakukan penyidik Bareskrim Polri pada 1 Mei lalu. Sementara permohonan kedua Novel menuntut keabsahan penggeledahan dan penyitaan di kediamannya.
Menurut Novel, tindakan penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan penyidik telah melanggar hukum. Enam hari setelah melakukan penggeledahan dan penyitaan, penyidik mengembalikan sejumlah barang dan dokumen milik Novel yang telah disita.
Sejumlah barang tersebut di antaranya adalah fotokopi surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), akta jual beli, surat setor pajak, fotokopi lunas Kredit Perumahan Rakyat, sertifikat tanah, Surat Keputusan KPK tentang perubahan tingkat jabatan, fotokopi Kartu Tanda Penduduk, dan lainnya. Selain itu, tim penyidik juga mengamankan dua buah telepon genggam, satu unit laptop dan satu buah flashdisk dari rumah Novel.
Pengembalian ini menunjukkan bahwa barang-barang tersebut tidak ada kaitannya dengan sangkaan penyidik terhadap Novel. Meski telah dikembalikan, Novel mengklaim ada kerugian materiil akibat tindakan ini.
Novel ditangkap oleh penyidik Bareskrim Polri karena dianggap telah mangkir dari pemeriksaan sebanyak dua kali pada 17 dan 20 Februari 2015. Penangkapan Novel ini kembali menimbulkan ketegangan antara KPK dan Polri usai penetapan tersangka oleh Polri atas dua pimpinan lembaga antirasuah, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.
Kasus Novel sebenarnya adalah kasus lama. Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri pada 2012 silam atas kasus penganiayaan pencuri sarang burung walet di Bengkulu hingga tewas pada 2004. Namun, Polri kembali membuka kasus Novel pada Januari 2015 lantaran mendapat desakan dari keluarga korban yang menuntut penyelesaian kasus Novel yang diperkirakan akan kedaluwarsa 2016.
(rdk)