Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Agung memberikan kesempatan pada Anas Urbaningrum, terpidana korupsi dan pencucian uang proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan kasasi yang diketuk Hakim Ketua Artidjo Alkostar, kemarin.
Juru bicara MA Suhadi menegaskan Anas memiliki hak sebagai terpidana untuk mencari keadilan. "PK terhadap putusan hakim berkuatan hukum tetap maupun kasasi, terpidana berhak untuk mengajukan Pk dan bersadarkan persyaratan dengan ketentuan dengan hukum luar biasa," kata Suhadi saat jumpa pers di Gedung MA, Jakarta, Selasa (9/6).
(Baca juga: MA Perberat Hukuman Anas Urbaningrum Jadi 14 Tahun Bui)
Merujuk Pasal 67 UU Nomor 5 Tahun 2004 tentang MA, permohonan PK dapat diajukan apabila ditemukan bukti baru. Bukti tersebut dimungkinkan untuk mengubah putusan pengadilan sebelumnya.
Selanjutnya, apabila Anas telah mengajukan PK maka majelis hakim akan menyidangkannya. Majelis hakim dalam PK bakal berbeda dengan hakim yang menyidang kasasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, Anas melalui kuasa hukumnya Firman Wijaya akan mengajukan PK. Firman mengatakan pihaknya kini masih menunggu salinan putusan lengkap dari MA untuk mengkaji dan mempelajari pertimbangan hakim. "Kemungkinan bisa eksaminasi, bisa juga upaya lain termasuk PK. Karena pertimbangan hakim Artidjo ini di luar kebiasaan," kata Firman.
(Baca juga: Adnan Buyung Menilai KPK Langgar Hak Asasi)Senin malam (8/6), Hakim Anggota yang memutus kasus Anas, Krisna Harahap kepada CNN Indonesia menilai upaya hukum yang diajukan bekas Ketua Umum Partai Demokrat ini justru menjadi bumerang. Alih-alih meringan Anas justru malah memperberat hukuman Anas.
"Upaya hukum kasasi yang diajukan oleh mantan Ketua Partai Demokrat, Anas Urbaningrum bukan hanya menemui kegagalan tetapi justru telah menjadi bumerang," kata Hakim Krisna Harahap ketika dihubungi CNN Indonesia, Jakarta, kemarin.
Krisna mengatakan, hakim agung di MA menggandakan hukuman yang harus dipikul Anas menjadi 14 tahun pidana penjara dan denda Rp 5 miliar subsidair 1 tahun 4 bulan kurungan. Krisna menjelaskan, di dalam pertimbangannya, MA menolak keberatan Anas yang menyatakan bahwa tindak pidana asal (predicate crime) dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) harus dibuktikan terlebih dahulu.
"Majelis Agung mengacu kepada ketentuan Pasal 69 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang menegaskan bahwa predicate crime tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu," kata Krisna.
(Baca juga: Hakim Agung: Kasasi Anas Urbaningrum Bumerang)Selain itu Anas harus membayar uang pengganti sebesar Rp 57,592 miliar. Apabila uang pengganti ini dalam waktu satu bulan tidak dilunasinya maka seluruh kekayaannya akan dilelang. Jika masih juga belum cukup, Anas terancam penjara selama 4 tahun.
Selain itu, majelis mengabulkan permohonan Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta agar Anas dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih untuk menduduki jabatan publik.
"Mahkamah Agung berpendapat bahwa publik atau masyarakat justru harus dilindungi dari fakta, informasi, persepsi yang salah dari seorang calon pemimpin. Kemungkinan bahwa publik salah pilih kembali haruslah dicegah dengan mencabut hak pilih seseorang yang nyata-nyata telah mengkhianati amanat yang pernah diberikan publik kepadanya," katanya.
Majelis berkeyakinan bahwa Anas telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a UU TPPK jo Pasal 64 KUHP, pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 3 ayat (1) huruf c UU No. 15 Tahun 2002 jo UU No. 25 Tahun 2003.
(sip)