Pencabutan Hak Politik Anas Urbaningrum Dinilai Sepadan

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Selasa, 09 Jun 2015 17:30 WIB
Juru Bicara Mahkamah Agung Suhadi mengatakan, pencabutan hak politik tersebut merupakan pidana tambahan yang diajukan jaksa KPK dalam kasasi.
Anas Urbaningrum usai menjalani sidang putusan perkara tindak pidana korupsi dan pencucian uang proyek Hambalang di Tipikor, Jakarta, Rabu, 24 September 2014. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta menjatuhkan vonis 8 (delapan) tahun penjara dan denda 300 juta rupiah. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Agung (MA) menilai vonis pencabutan hak politik Anas Urbaningrum dalam putusan kasasi sepadan dengan apa yang diperbuat bekas Ketua Umum Partai Demokrat itu. Juru bicara MA Suhadi menegaskan pencabutan hak politik merupakan pidana tambahan yang diajukan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasasi.

"Pencabutan hak politik, dapat dilihat apa pertimbangan hukumnya karena yang bersangkutan melakukan perbuatan ini (korupsi dan cuci uang) berlatar belakang politik," kata Suhadi Gedung MA, Jakarta, Selasa (9/6).

Atas vonis tersebut, Anas tak dapat menggunakan haknya untuk memilih dan dipilih dalam gelaran pemilihan umum. Suhadi menjelaskan, Anas terbukti korupsi dan melakukan tindak pidana pencucian uang dalam proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Senada dengan Suhadi, Hakim Anggota Krisna Harahap ketika dihubungi CNN Indonesia menjelaskan vonis pencabutan hak politik Anas. "Mahkamah Agung berpendapat bahwa publik atau masyarakat justru harus dilindungi dari fakta, informasi, persepsi yang salah dari seorang calon pemimpin," kata Krisna.

Menurutnya, kemungkinan publik salah pilih harus dicegah dengan mencabut hak pilih seseorang yang nyata-nyata telah mengkhianati amanat yang pernah diberikan kepadanya. (Baca juga: MA Perberat Hukuman Anas Urbaningrum Jadi 14 Tahun Bui)

Selain dicabut hak politiknya, lembaga peradilan tertinggi ini menggandakan hukuman Anas menjadi 14 tahun pidana penjara dan denda Rp 5 miliar subsidair 1 tahun 4 bulan kurungan. Krisna menjelaskan, di dalam pertimbangannya, MA menolak keberatan Anas yang menyatakan bahwa tindak pidana asal (predicate crime) dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) harus dibuktikan terlebih dahulu.

"Majelis Agung mengacu kepada ketentuan Pasal 69 Undang-undang Nomor tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang menegaskan bahwa predicate crime tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu," kata Krisna. 

Selain itu Anas harus membayar uang pengganti sebesar Rp 57,592 miliar. Apabila uang pengganti ini dalam waktu satu bulan tidak dilunasinya maka seluruh kekayaannya akan dilelang. Jika masih juga belum cukup, Anas terancam penjara selama empat tahun. (Baca juga: Supir Mahfud Suroso Sebut Bosnya Serahkan Duit ke Anas)

Anas terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU TPPK jo Pasal 64 KUHP, pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 3 ayat (1) huruf c UU No. 15 Tahun 2002 jo UU No. 25 Tahun 2003.

Di pangadilan tingkat pertama Anas divonsi hakim Tipikor delapan tahun penjara. Dalam sidang banding yang diajukannya ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, hakim mengurangi hukumannya menjadi tujuhu tahun penjara.

Tak puas pada vonis ini, ia mengajukan kasasi ke MA. Namun majelis hakim MA malah menambah hukumannya menjadi dua kali lipat lebih berat yakni 14 tahun penjara. (sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER