Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva menilai putusan-putusan yang dikeluarkan oleh Hakim Agung Artidjo Alkostar perlu dieksaminasi. Artidjo selama ini dikenal kerap menjatuhkan vonis putusan tinggi terhadap terdakwa, terutama koruptor sehingga ia mendapat sebutan Si Hakim Gila.
Menurut Hamdan, putusan Artidjo yang tak kenal ampun perlu dieksaminasi secara akademik untuk mengetahui apakah putusannya memenuhi syarat atau tidak. Penilaian secara akademik itu nantinya akan mendapat penilaian dari ahli hukum untuk melihat putusannya salah atau tidak.
"Jadi karena itu perlu dilakukan eksaminasi. Eksaminasi tidak berarti membatalkan putusan. Akan tetapi mempertimbangkan dan menilai putusan dari sisi akademik," ujar Hamdan saat ditemui di bilangan Cikini, Jakarta, Jumat (12/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Putusan tak kenal ampun Artidjo kembali menuai kontroversi ketika dalam persidangan kasasi Anas Urbaningrum mendapat vonis lebih tinggi dari tingkat banding di pengadilan tinggi. Artidjo melipatgandakan vonis untuk bekas Ketua Umum Partai Demokrat itu dari tujuh tahun menjadi 14 tahun bui.
Putusan Artidjo itu mendapat kritik keras dari kelompok advokat yang menamakan diri Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI). Artidjo dinilai telah semena-mena bukan hanya dalam putusan terhadap Anas saja. PMHI mencatat ada setidaknya 17 putusan Artidjo yang patut dipertanyakan kembali melalui pengujian eksaminasi.
Hamdan sendiri menegaskan tingkat kasasi di Mahkamah Agung bukan lagi pemeriksaan fakta dan bukti-bukti perkara. Mahkamah Agung hanya memeriksa interpretasi, konstruksi dan penerapan hukum terhadap fakta yang sudah ditentukan oleh judex facti di tingkat pengadilan. Oleh karena itu, kata Hamdan, Mahkamah Agung disebut judex juris.
Dalam hal ini, Hamdan menilai Mahkamah Agung tak punya kewenangan dalam penambahan hukuman selama tidak ada kesalahan dalam penerapan pasal. "Jika di tingkat kasasi hukuman tetap ditambah, itu pelanggaran berat dalam hukum acara," ujar Hamdan.
Hamdan mengaku belum membaca dan mempelajari 17 putusan yang pernah dikeluarkan oleh Artidjo. Namun dengan adanya pemberatan vonis di tingkat kasasi, eksaminasi untuk putusan Artidjo dianggap perlu dilakukan. Bagaimanapun, kata Hamdan, seorang hakim harus bisa bersikap independen dalam memberikan putusan, tanpa disertai emosional dan subjektivitas.
"Jadi hakim itu dalam memutus perkara jangan semata-mata untuk kepuasan pribadinya, untuk nama, untuk dicatat dalam sejarah. Ini ada hakim gila, yang luar biasa tidak ada ampun, tapi dia sesungguhnya melakukan ketidakadilan," ujar Hamdan.
(sur)