Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat hukum pidana dari Universitas Indonesia Ganjar Laksmana menilai kurang logis kalau pihak keluarga angkat Angeline, bocah yang disiksa hingga tewas, tidak mengetahui proses kekejian yang dialami anak malang itu hingga tewas.
Ganjar mengatakan, semestinya ibu angkat Angeline yaitu Margriet Megawe yang sehari-hari tidur sekamar dengan Angeline mengetahui bila ada tanda-tanda kekerasan yang dialami Angeline hingga kemudian mengakibatkan anak tersebut tewas. “Guru-guru Angeline saja tahu kalau anak itu mengalami kekerasan fisik,” ujar Ganjar kepada CNN Indonesia, Ahad (14/6).
Menurut Ganjar untuk dapat menetapkan adanya tersangka lain pembunuh Angeline selain Agustinus Tai Hamdamai sampai sekarang ini infonya masih minim. “Polisi sedang mengembangkan perkara pembunuhan dalam rangka mencari adanya tersangka lain,” ucapnya. (Baca:
Keterlibatan Margriet Makin Terang di Pembunuhan Angeline)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ganjar menyebutkan, jika hanya Agustinus yang hanya menjadi tersangka maka dia bisa dijerat dengan Pasal 338 atau 340 KUHP. Namun bila ada pihak lain yang terlibat atau turut serta dalam pembunuhan Angeline maka dapat dikenai Pasal 338 dan 340 KUHP junto 55 ayat 1 ke 1 atau juga 55 ayat 1 ke 2.
Ganjar menegaskan, sangat mungkin kasus pembunuhan Angeline tersebut melibatkan pihak lain yang posisinya sebagai otak pelaku.
Kasus Angeline ini juga sudah menyita perhatian Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat. Anggota Komisi III DPR Akbar Faisal baru saja menemui langsung tersangka Agustinus. "Menurut pengakuan Agus, ia mengaku disuruh membunuh Angeline oleh si ibu angkat (Margriet Megawe) dengan janji imbalan senilai dua miliar rupiah," ungkap Akbar di Polresta Denpasar, Bali, Sabtu (13/6).
Anggota Komisi Hukum lainnya, Arsul Sani, mengatakan tidak menutup kemungkinan ada dalangnya dalam kasus pembunuhan Angeline. “
Intellectual dader bisa saja terjadi, itu kan yang sekarang masih diusut polisi,” kata Arsul kepada CNN Indonesia, Ahad (14/6). (Baca:
Bercak Darah di Kamar Margriet akan Tentukan Kasus Pembunuhan)
Menurut Arsul, polisi tidak hanya cukup menjerat tersangka dengan Undang-Undang Perlindungan Anak. “Di UU Perlindungan Anak Pasal 80 yang melakukan pembiaran atau kekerasan ancaman hukumannya penjaranya paling lama cuma 3,5 tahun, di bawah 5 tahun,” ujar dia.
Arsul menambahkan, polisi dalam menangani kasus yang sudah menjadi perhatian nasional ini tidak bisa gegabah menjadikan orang cepat untuk menjadi tersangka hanya karena adanya pengakuan dari tersangka lain dan dorongan dari publik. “Pertaruhannya nama institusi Polri,” ucapnya.
(obs)