DPR Dinilai Pakai Akal-akalan untuk Dapat Dana Aspirasi

Abraham Utama | CNN Indonesia
Senin, 15 Jun 2015 08:50 WIB
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menyebut RAPBN disusun berpedoman pada rencana kerja pemerintah dan bukan daerah pemilihan.
Suasana Sidang Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (20/5). Sidang Paripurna ke-29 tersebut mengagendakan mendengar keterangan pemerintah mengenai Pokok-pokok pembicaraan pendahuluan RAPBN Tahun Anggaran 2016, laporan Tim Implementasi Reformasi DPR serta penetapan struktur Tim Mekanisme Penyampaian Hak Mengusulkan dan Memperjuangkan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (Dapil). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Jakarta, CNN Indonesia -- Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mempertanyakan dasar hukum yang digunakan anggota DPR untuk mengajukan dana aspirasi daerah pemilihan kepada pemerintah. Fitra menyatakan, DPR sebenarnya tidak memiliki hak untuk menggunakan anggaran.

Koordinator Advokasi dan Investigasi Fitra, Apung Widadi, mengatakan dana aspirasi DPR tidak masuk dalam sistem penganggaran keuangan negara yang diatur Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003.

Ia berkata, rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara disusun berpedoman pada rencana kerja pemerintah dan bukan daerah pemilihan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"DPR tidak memiliki instrumen perencanaan yang merupakan domain pemerintah. Argumen DPR yang memasukan aturan tambahan pada Pasal 80 Undang-Undang MD3 tidak berdasar dan akal-akalan," ucapnya di Jakarta, Minggu (14/6).

Lebih lanjut Apung menuturkan, pengajuan dana aspirasi yang dilekatkan anggota DPR pada hak budgeting mereka adalah sebuah salah kaprah. (Baca: KPK Peringatkan Rentan Korupsi dari Dana Aspirasi)

Menilik pasal 70 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, Apung berkata fungsi anggaran yang dapat dilakukan DPR hanya sebatas membahas serta memberikan atau tidak memberikan persetujuan pada RAPBN yang diajukan presiden.

"Jadi tidak ada hak DPR untuk meminta jatah alokasi anggaran dana aspirasi," ujarnya.

Sementara itu, peneliti Indonesia Legal Roundtable Erwin Natosmal menyebut dasar hukum pengajuan hak dana aspirasi anggota DPR sebagai penyelundupan hukum karena mengambil fungsi eksekutif dalam konteks penggunaan anggaran negara.

"Dalam pembagian kekuasaan negara, tidak pernah ada legislatif mengurus dan membuat programnya sendiri. Ini salah kaprah anggota DPR memahami trias politica," kata Erwin.

Sebelumnya, Ketua Badan Anggaran DPR Ahmadi Noor Supit dan Ketua DPR Setya Novanto mematok pagu anggaran untuk Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan sebesar Rp 20 miliar. Mereka menyatakan berusaha memasukan anggaran itu ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2016. (Baca: DPR Klaim Dana Aspirasi Membantu Kerja Pemerintah)

Di sisi lain, Wakil Presiden Jusuf Kalla tidak menyetujui rencana anggota DPR meminta jatah dana aspirasi sebesar Rp 20 miliar per orang. Menurutnya, setiap alokasi anggaran belanja negara yang selama ini putuskan bersama DPR merupakan cerminan dari dana aspirasi. (obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER