KontraS Tolak Pembentukan Tim Gabungan Rekonsiliasi

Fadli Adzani/Tri Wahyuni | CNN Indonesia
Selasa, 16 Jun 2015 04:24 WIB
Para pegiat Hak Azasi Manusia menilai pembentukan tim tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Mereka menilai kepala negara harus dilibatkan.
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menggelar jumpa pers terkait sikap penolakannya terhadap pembentukan Tim Gabungan Rekonsiliasi di Kantor KontraS, Jakarta, Senin (15/6). (CNN Indonesia/Tri Wahyuni)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama para tokoh pegiat hak asasi manusia di Indonesia menolak pembentukan Tim Gabungan Rekonsiliasi terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM di masa lampau. Mereka beralasan pembentukan tim tidak mempunyai dasar hukum yang jelas.

"Menurut saya tim gabungan rekonsiliasi ini tidak mempunyai dasar hukum yang jelas, maka dari itu kami menolak adanya tim gabungan tersebut," ujar Koordinator KontraS Haris Azhar di Kantor KontraS, Jakarta, Senin (15/6).

Pegiat HAM yang pernah berkecimpung dalam advokasi HAM di Elsam Amiruddin Al-Rahab pun menyinggung tentang pembentukan Tim Gabungan Rekonsiliasi yang tidak melibatkan kepala negara. Keterlibatan kepala negara dinilai penting karena memiliki wewenang yang kuat untuk menyelesaikan masalah pelanggaran HAM di masa lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pelembagaan atau institusinya harus diatur dengan baik dan jelas, jangan hanya persetujuan dari beberapa institusi saja yang tidak bisa diperkirakan ujungnya dimana. Pelembagaannya harus disusun dengan jelas dan membawa otoritas kepala negara," katanya.

Lebih lanjut, dia mengatakan rekonsiliasi harus ditujukan untuk keadilan kepada korban bukan hanya untuk menciptakan harmonisasi hubungan antar lembaga. Apalagi Komnas HAM tidak diberikan mandat untuk melakukan hal tersebut.

"Komnas HAM tidak diberikan mandat untuk rekonsiliasi dan tidak bisa mengatasnamakan korban untuk rekonsiliasi. Jangan sampai korban menjadi korban yang kesekian kali dalam kasus pelanggaran HAM ini," tutur Amir.

Salah satu pendiri KontraS Robertus Robet juga menambahkan bahwa pembentukan tim gabungan rekonsiliasi ini memiliki banyak kekurangan. Namun, apabila pemerinta tetap berkukuh membentuk instrumen baru sebagai upaya untuk menyelesaikan problem masa lalu, Robet meminta untuk berpijak pada tiga hal.

"Tim gabungan ini seharusnya mendahulukan perlawanan terhadap impunitas, mengukuhkan hak korban dan membuka kebenaran historis mengenai pelanggaran HAM masa lalu sehingga membentuk kultur baru dalam hak asasi manusia di Indonesia," kata Robet.

Sebelumnya, KontraS telah mengadakan diskusi dengan beberapa tokoh pegiat demokrasi HAM di Indonesia.

Mereka beranggapan keputusan negara untuk melakukan rekonsiliasi tanpa memperhatikan upaya dan inisiatif yang telah dirintis melalui jalur dan mekanisme yang tersedia akan mampu mengurangi kredibilitas negara untuk mengatasi masalah pelanggaran HAM yang serius agar tidak terulang di masa depan.

Hasil pertemuan tersebut akan disampaikan pihak KontraS ke Komnas HAM pada Senin (15/6) sebagai tindaklanjut dari sikap penolakan KontraS terhadap keberadaan Tim Gabungan Rekonsiliasi tersebut.

Sebagai informasi, Tim Gabungan Rekonsiliasi terdiri dari beberapa organisasi, seperti Polri, Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Kejaksaan Agung, TNI, Badan Intelejen Negara (BIN) dan Kementerian Hukum dan HAM.

Mereka akan menyelesaikan tujuh berkas pelanggaran HAM yang saat ini ada pada Komnas HAM. Kasus itu antara lain, perkara Talang Sari, Wamena Wasior, penghilangan paksa orang, peristiwa penembakan misterius (petrus), G30S/PKI, kerusuhan Mei 1998, dan pelanggaran HAM di Timor Timur. (meg)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER