Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta, Abraham 'Lulung' Lunggana menyebut Ketua Komisi E tidak melaporkan hasil pembahasan rapat kerja anggaran terkait pengadaan alat cetak (printer) dan pindai (scanner) saat dugaan korupsi terjadi.
Usai menjalani pemeriksaan di Markas Besar Polri, Jakarta, Senin (15/6), Lulung menjelaskan, saat masalah terjadi pada 2014, dia bertindak sebagai koordinator di Komisi E yang membidangi masalah pedidikan.
Sebagai koordinator, dia mengaku tidak mengikuti pembahasan dalam rapat kerja anggaran secara rinci karena tidak termasuk dalam tugas pokok dan fungsinya. "Itu komisi dengan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), koordinator itu tidak pernah ikut. Saya keluar dari pembahasan itu," kata Lulung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, mekanisme dan hasil pembahasan itu, menurutnya, seharusnya dilaporkan kepada koordinator. "Tugas koordinator ini yaitu menerima laporan, mensinkronisasikan dan mengkoordinasikan," kata Lulung.
Hanya saja, Menurut Lulung, Ketua Komisi E saat itu justru tidak melaporkannya kepada Lulung. Hal tersebut pun, menurut Lulung, sudah dilaporkan ke pimpinan dewan. Diketahui, saat itu yang menjabat sebagai Ketua Komisi E adalah Firmansyah.
"Saya sangat kecewa, sahabat saya tidak melapor kepada saya, Ketua Komisi E saat itu," kata dia. "Akhirnya Agustus 2014 ada rapat paripurna, saya tidak menghadiri penetapan perubahan anggaran belanja 2014 karena kecewa."
Walau demikian, Lulung memaklumi ketiadaan laporan Firmansyah saat itu. Mungkin, sebut dia, jadwalnya dengan Firmansyah kala itu tidak selaras sehingga tak kunjung dapat bertemu.
"Itu bisa saja terjadi di DPRD, tapi yang jelas waktu sangat mepet," kata dia.
Kasus dugaan korupsi pada pengadaan scanner dan printer di sekolah-sekolah Jakarta ini terjadi dengan modus penggelembungan harga, proses pengadaan yang tidaks sesuai aturan dan penyusunan harga perkiraan sendiri.
Perkara tersebut terjadi di Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat. Di suku dinas ini, penyidik juga tengah mendalami dugaan korupsi pengadaan uninterruptible power supply dan menjerat Alex Usman selaku Pejabat Pembuat Komitmen.
Hingga saat ini, belum ada satu pun tersangka yang ditetapkan terkait korupsi scanner dan printer. Namun, penyidik menduga telah terjadi pelanggaran pasal pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
(meg)