Kapolri: Jadi Capim KPK itu Urusan Pribadi Bukan Institusi

Rinaldy Sofwan Fakhrana | CNN Indonesia
Rabu, 17 Jun 2015 21:32 WIB
Jenderal Badrodin Haiti menegaskan Polri hanya mendorong, bukan mendaftarkan anggotanya jadi calon pimpinan KPK.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. (CNNIndonesia/Badrodin Haiti)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan institusinya tidak terlibat dalam pencalonan beberapa perwira tinggi sebagai calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya sudah berkali-kali mengatakan, urusan mendaftar itu urusan pribadi. Kami hanya mendorong saja, bukan kami yang daftarkan," kata Badrodin di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, Rabu (17/6). (Baca juga: Ruki: Keberadaan Komite Pengawas KPK Mendesak)

Dia mengatakan, anggota Polri mendaftarkan diri ke KPK seharusnya tidak perlu dipermasalahkan. Apakah anggota tersebut meminta izin atau tidak kepada Kapolri pun, menurutnya, tidak masalah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena itu, menurutnya, para anggota Polri yang mendaftar pun tidak bisa disebut sebagai perwakilan Polri dalam seleksi. "Apa kalau ada dari kementerian tertentu mendaftar lalu dia jadi perwakilan kementerian itu? Kan tidak juga," ujarnya mengumpamakan.

"Masalah mendaftar itu urusan pribadi. Yang kami anggap punya kemampuan, yang punya kerjasama dalam penegakan hukum yang baik, kami rekomendasikan kepada yang bersangkutan, bukan merekomendasikan kepada pansel, tidak," kata Badrodin menegaskan. (Baca juga: Kapolri Dukung Anggotanya Jadi Calon Pimpinan KPK)

Markas Besar Polri menyatakan, ada tiga orang berlatar Kepolisian yang mendaftar menjadi capim KPK. Di antaranya adalah Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Yotje Mende, Deputi bidang Keamanan Nasional Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Inspektur Jenderal Syahrul Mamma dan mantan Deputi Penindakan Badan Narkotika Nasional Inspektur Jenderal (Purnawirawan) Benny Mamoto.

Menurut Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Inspektur Jenderal Anton Charliyan, rekam jejak ketiga calon itu tidak diragukan. "Tiga ini putra terbaik Bhayangkara," ujarnya. (Baca juga: Kejaksaan Agung Siapkan Tiga Nama Ikut Bursa Capim KPK)

Anton mengatakan, penilaian tersebut didasarkan pada pengalaman ketiganya di bidang reserse. Selain itu, mereka juga disebut mempunyai konsistensi dan komitmen yang baik.

Selain itu, Anton juga mengatakan, dengan pengalaman sebagai penyidik, ketiga nama itu dinilai dapat bersaing dengan kandidat-kandidat lain dari luar Polri. "Yang lain tidak pernah (jadi penyidik). Jadi penyidik itu tidak mudah." (Baca juga: Benny Mamoto Daftar Calon Komisioner KPK).

Sebagaimana diketahui hubungan antara KPK dan Kepolisian dalam situasi yang dinamis. Namun, yang sering nampak ke publik adalah kedua institusi itu dalam kondisi yang tegang. Ketegangan pertama disebut dengan Cicak vs Buaya. Ketegangan ini bermula dari usulan Polri untuk menghilangkan hak penyadapan yang dimiliki oleh KPK.

Ketegangan kedua terjadi ketika KPK melakukan penyidikan atas kasus korupsi simulator SIM yang telah menetapkan Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai terpidana. Dalam proses penyidikan kasus ini, polisi sempat mengepung dan berencana menduduki gedung KPK untuk menangkap Novel Baswedan, salah satu tim penyidik kasus simulator SIM. Novel ditetapkan tersangka kasus penembakan pencuri sarang walet saat dia menjadi Kasat Reskrim Polres Bengkulu.

Yang nampak ketiga adalah ketegangan usai KPK menetapkan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka kasus gratifikasi sehari setelah Presiden Jokowi mengajukannya sebagai calon kapolri. Budi Gunawan mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangkanya dan menang. Kejadian ini yang membuat Mahkamah Konstitusi membuat keputusan bahwa penetapan tersangka masuk dalam objek praperadilan. (hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER