Demokrat: Tak Penting Komentari Pemindahan Anas ke Sukamiskin

Helmi Firdaus | CNN Indonesia
Rabu, 17 Jun 2015 18:57 WIB
Wakil Ketua Umum Demokrat, Syarief Hasan menyebut sudah tidak ada urgensinya lagi Anas bagi Demokrat.
Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan. (ANTARA /Andika Wahyu)
Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum hari ini, Rabu (17/6) dipindahkan dari Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Lembaga Pemasyarakat (LP) Sukamiskin Bandung. Sebelumnya, Anas sudah meminta KPK untuk melakukan itu.

Wakil Ketua Umum Demokrat, Syarief Hasan mengaku tidak ada urgensinya bagi Partai Demokrat untuk mengomentari kepindahan mantan koleganya di partai yang dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini. “Kepindahan itu tidak penting untuk dikomentari. Tidak ada hubungannya lagi dengan kami,” kata Syarief saat dihubungi CNN Indonesia. (Baca juga: KPK Supervisi Kasus Hambalang yang Dilimpahkan ke Kejaksaan)

Anas menjadi terpidana dalam kasus korupsi dan pencucian uang proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor. Sebelumnya, sudah ada kolega Anas di Partai Demokrat yang juga terjerat dalam kasus yang sama sudah berada di LP Sukamiskin lebih dahulu yakni Andi Mallarangeng dan Nazaruddin. Besar kemungkinan Anas akan bertemu dengan koleganya itu di Sukamiskin.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Syarief juga enggan memberikan komentar soal kemungkinan Anas akan bertemu dengan para kolega sesama mantan Partai Demokrat dulu. “Itu juga saya kira tidak ada urgensinya. Tidak perlu dikomentari juga,” lanjut Syarief.

Saat keluar dari pintu Rumah Tahanan KPK sekitar pukul 14.50 WIB, Anas menyambut awak media dengan melontarkan lawakan bahwa pemindahan dirinya ke LP Sukamiskin bagian dari apa yang disebutnya mengikuti program 'Mondok Ramadan’.

Dengan tebaran senyum, Anas disambut koleganya dan pengacaranya, Firman Wijaya. Anas mengaku pemindahan ini lebih lama dari yang dia harapkan.

Aktivitas pertamanya di LP Sukamiskin, tutur Anas adalah dengan salat tarawih bersama dengan narapidana dan sipir di bui. "Kan nanti malam baru tarawih jadi disesuaikan dengan program Mondok Ramadan," katanya.

Anas mengaku bersyukur mendapatkan tempat yang menurutnya lebih layak ketimbang rutan. "Kalau di tahanan KPK statusnya seperti satu perdelapan manusia. Kalau di lapas, setidaknya bisa naik sedikit jadi setengah manusia. Jadi ada peningkatan derajatlah kalau di lapas," tuturnya.

Eksekusi pemindahan Anas dilakukan setelah MA menolak kasasi Anas. MA menggandakan hukuman Anas menjadi 14 tahun pidana penjara dan denda Rp 5 miliar subsidair 1 tahun 4 bulan bulan kurungan.

Selain itu Anas juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp 57,592 miliar kepada negara. Apabila uang pengganti ini dalam waktu 1 bulan tidak dilunasinya maka seluruh kekayaannya akan dilelang dan apabila masih juga belum cukup, Anas terancam penjara selama 4 tahun.

Lebih lanjut, majelis mengabulkan permohonan Jaksa Penuntut Umum dari KPK yang meminta agar Anas dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih untuk menduduki jabatan publik. (Baca juga: Hamdan Zoelva: 17 Putusan Artidjo Perlu Dieksaminasi)

Di dalam pertimbangannya, MA menolak keberatan Anas yang menyatakan bahwa tindak pidana asal (predicate crime) dalam tindak pidana pencucian uang harus dibuktikan terlebih dahulu. Majelis mengacu kepada ketentuan Pasal 69 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang menegaskan bahwa predicate crime tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu.

Majelis berkeyakinan bahwa Anas telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a UU TPPK jo Pasal 64 KUHP, pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 3 ayat (1) huruf c UU No. 15 Tahun 2002 jo UU No. 25 Tahun 2003.

"Palu hakim kasasi berlumuran `darah`. Kebenaran dan kemanusiaan dilukai secara sengaja oleh nafsu menghukum yang menyala-nyala," ujar Anas dalam keterangan tertulis yang disampaikan pengacaranya, Handika Honggo Wongso, usai menerima putusan kasasi MA. Sementara kuasa hukum Anas lainnya, Firman Wijaya menyebut vonis MA brutal dan tampak arogansi hukum. (Baca juga: Anas akan Tulis Buku 'Mati Ketawa di Rutan KPK') (hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER