Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemberantasan Korupsi menggelar rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI pada Kamis (18/6). Dalam rapat tersebut, pelaksana tugas Ketua KPK Taufiqurahman Ruki mengindikasikan setuju terhadap revisi Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Dalam paparannya, Ruki menyebutkan empat poin seandainya revisi UU KPK akan dilakukan oleh pemerintah dan DPR RI. Poin pertama adalah revisi dilakukan dalam rangka penegasan UU KPK sebagai
lex specialis sehingga dapat menyampingkan ketentuan umum yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
"Kedua adalah penegasan kewenangan KPK untuk mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri di luar ketentuan yang diatur dalam KUHAP," kata Ruki saat ditemui di kompleks DPR RI, Kamis (18/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Poin selanjutnya adalah penataan kembali organisasi KPK sesuai dengan kebutuhan dan perkembanhan tugas pencegahan dan pemberantasan korupsi. Poin terakhir adalah keberadaan komite pengawas sebagai pengganti dan penguatan dari penasehat KPK.
Namun begitu, Ruki memberikan catatan agar revisi UU KPK dilakukan setelah ada sinkronisasi antara UU yang menyangkut dengan tindak pidana korupsi. UU yang Ruki maksud adalah UU No. 1 Tahun 1946 tentang KUHP, UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP, UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, serta UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
"Revisi UU KPK disarankan ditunda untuk menunggu sinkronisasi dan harmonisasi UU selesai (dilakukan)," ujar Ruki.
Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2015. Hal tersebut diputuskan melalui rapat yang dilakukan Badan Legislasi DPR bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.
Revisi UU ini sudah masuk ke dalam daftar panjang Prolegnas periode 2015-2019. Namun Yasonna menilai RUU KPK ini perlu dimasukan dalam Prolegnas prioritas 2015 karena UU KPK saat ini dapat menimbulkan masalah dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
"Perlu dilakukan peninjauan kembali seperti penyadapan yang tidak melanggar HAM, dibentuk dewan pengawas, pelaksanaan tugas pimpinan, dan sistem kolektif kolegial," ujar Yasonna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (16/6).
(pit)