Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua menilai kewenangan lembaga antirasuah untuk mengangkat penyelidik dan penyidik perlu diperluas. Alasannya, untuk menguatkan KPK dalam memberantas korupsi sekaligus melawan praperadilan tersangka korupsi.
Menurutnya, tiga pasal terkait kewenangan tersebut dalam UU KPK perlu direvisi. Ketiganya adalah Pasal 39, 43, dan 45. "Pegawai negeri yang dipekerjakan di KPK, berstatus sebagai pegawai tetap KPK dalam kapasitas sebagai pegawai negara," ujar Abdullah kepada awak media, di Jakarta, (17/6).
Abdullah pun meminta seluruh pihak yang merevisi undang-undang tersebut untuk menyepakati pengangkatan penyelidik dan penyidik KPK yang tak hanya bersumber dari pihak kepolisian. "Penyidik adalah penyidik di KPK yang berasal dari kepolisian, kejaksaan, BPKP, lembaga pendidikan tinggi atau lembaga swasta lainnya yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK," katanya. (Baca juga:
Kewenangan KPK Angkat Penyelidik dan Penyidik Perlu Diperluas)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
KPK dinilai Abdullah juga perlu melancarkan strategi kesepakatan bersama dengan pihak pemerintah dan DPR untuk tak mengusik pasal yang menjadi urat nadi KPK. Pasal tersebut antara lain terkait penyadapan, penuntutan, penyitaan, koordinasi, dan supervisi.
Hal senada diucapkan oleh Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi Sapto Pribowo. "Jika tujuan merevisi UU KPK dimaksudkan untuk menghilangkan kewenangan penuntutan dan juga mereduksi kewenangan penyadapan, maka persepsi publik bahwa ada upaya sistematis untuk melemahkan KPK sekaligus upaya pemberantasan korupsi menjadi nyata adanya," kata Johan. (Baca juga:
Jurus Ruki Selamatkan KPK dari Praperadilan)
Terlebih, Johan mendesak pemerintah tak menyetujui inisiatif DPR untuk mengurangi kewenangan penyadapan. Menurutnya, penyadapan merupakan salah satu proses menggali alat bukti pada seseorang yang dianggap potensial sebagai tersangka.
"Saya yakin Presiden Jokowi tidak akan menciderai komitmen beliau untuk memperkuat KPK. Karena itu saya yakin juga pemerintah tidak menyetujui upaya revisi UU KPK dengan menghilangkan kewenangan penuntutan dan mereduksi kewenangan penyadapan," tuturnya. (Baca juga:
Ruki: Keberadaan Komite Pengawas KPK Mendesak)
Sebelumnya, dalam rapat anatara Badan Legislasi DPR bersama dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Yasonna mengusulkan UU KPK masuk dalam Prolegnas Prioritas 2015. Menurutnya, undang-undang KPK saat ini dapat menimbulkan masalah dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
"Perlu dilakukan peninjauan kembali seperti penyadapan yang tidak melanggar HAM, dibentuknya dewan pengawas, pelaksanaan tugas pimpinan dan sistem kolektif kolegial," ujar Yasonna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (16/6).
(hel)