Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaksana tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiqurrahman Ruki mengungkapkan lembaga yang dipimpinnya setuju terhadap rencana revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Namun Ruki menegaskan bahwa dirinya tidak akan setuju jika revisi tersebut akan membuat KPK lemah.
Menurutnya, revisi dilakukan bukan untuk melemahkan tapi lebih kepada mengefektifkan pemberantasan tindak pidana korupsi. "Jangan memperluas atau melemahkan, lebih baik bicara mengefektifkan pemberantasan korupsi yang dilakukan penegak hukum," ujar Ruki saat ditemui di kompleks DPR RI, Kamis (18/6).
Penegak hukum yang dimaksud oleh Ruki adalah Kejaksaan Agung ataupun Kepolisan Republik Indonesia. Ruki akan setuju seandainya revisi yang dilakukan memberikan wewenang yang sama di antara tiga lembaga hukum tersebut.
Hal tersebut perlu dilakukan agar KPK, Kejagung, dan Polri bisa memperlakukan sama para tersangka yang tersangkut kasus korupsi. Oleh sebab itu juga, Ruki berharap agar KPK diajak berbicara perihal revisi UU KPK yang masuk dalam program legislasi nasional 2015-2019. (Baca juga:
Revisi UU KPK, JK: Nanti Kau Bicara dengan Pacarmu Disadap)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk masalah substansi masalah KPK belum dibicarakan secara detail, tapi tentunya harapan kami adalah Komisi III bertanya kepada kami dan bertanya hal-hal apa yang didukung secara legislasi, ujarnya.
"Ini semua untuk lebih efektif berbicara pemberantasan korupsi, baik itu KPK, kepolisian dan kejaksaan," kata Ruki. (Baca juga:
PPP Minta Revisi UU KPK Ditunda)
Sebelumnya revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2015. Hal tersebut diputuskan melalui rapat yang dilakukan Badan Legislasi DPR bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Selasa (16/6) kemarin. (
Ruki: Keberadaan Komite Pengawas KPK Mendesak)
Revisi UU ini sudah masuk ke dalam daftar panjang Prolegnas periode 2015-2019. Namun Yasonna menilai RUU KPK ini perlu dimasukan dalam Prolegnas prioritas 2015 karena UU KPK saat ini dapat menimbulkan masalah dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi.
"Perlu dilakukan peninjauan kembali seperti penyadapan yang tidak melanggar HAM, dibentuk dewan pengawas, pelaksanaan tugas pimpinan, dan sistem kolektif kolegial," ujar Yasonna .
(hel)