Jakarta, CNN Indonesia -- Saksi kasus tewasnya bocah perempuan Angeline (8), Siti Sapurah, meminta bantuan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) setelah mendapatkan teror dan intimidasi melalui telepon dari lelaki tak dikenal. Siti Sapurah dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Denpasar mengatakan tekanan kerap diterimanya semenjak aktif mengungkap dugaan pembunuhan atas Angeline.
"Sehari setelah jenazah Angeline ditemukan di halaman rumahnya, saya mendapat telepon dari lelaki yang mengaku berasal dari Polda Bali. Padahal kenyataannya bukan," kata Siti kepada CNN Indonesia, Kamis (18/6).
(Baca juga: FOKUS Siapa Bunuh Angeline?)Lelaki tersebut, kata Siti, meminta alamat e-mail serta alamat rumahnya. Dalam sehari, Siti bisa menerima telepon hingga 20 kali. Selain itu, lelaki tak dikenal itu juga selalu mengajaknya bertemu dengan dalih untuk membahas kasus Angeline.
(Lihat juga Siti: Sejak Awal Saya Tahu Bocah Angeline Sengaja Dihilangkan)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sudah merasa tidak nyaman. Teman-teman di lapangan juga sering diintimidasi. Makanya saya melaporkan intimidasi itu dan meminta perlindungan karena saya yakin ke depan akan lebih parah perlakuan yang saya terima," kata Siti.
Selain meminta perlindungan atas dirinya, Siti juga memohon LPSK untuk memberikan pengamanan kepada tiga saksi krusial kasus Angeline lainnya, yakni satu orang kerabat dekat keluarga Margriet Megawe serta dua orang mantan pekerja Margriet yang mengetahui perilaku keseharian perempuan itu terhadap anak angkatnya.
Menanggapi permintaan tersebut, Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan akan memproses permohonan itu melalui rapat pimpinan. Jika diputuskan diterima, LPSK selanjutnya akan memberikan perlindungan sesuai yang dibutuhkan. Hal itu sesuai dengan Pasal 5 UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, di mana setiap saksi dan korban berhak mendapatkan perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.
"Dalam memutuskan nanti, ada hal-hal yang menjadi persyaratan LPSK," kata Semendawai melalui rilis yang diterima CNN Indonesia.
Persyaratan tersebut, kata dia, seperti tertuang pada Pasal 28 UU Nomor 31 Tahun 2014 antara lain sifat pentingnya keterangan saksi dan atau korban, tingkat ancaman yang membahayakan saksi dan atau korban, serta rekam jejak tindak pidana yang pernah dilakukan saksi dan atau korban.
(Lihat juga Polda Bali: Saksi AA di Kasus Angeline Hanya Perantara)"Kami mengimbau, jika ada saksi lain yang juga terancam keselamatannya, silakan melapor. Dengan demikian para saksi bisa merasa aman dan nyaman memberikan keterangan dan kasus tewasnya Angeline bisa terungkap," kata Haris.
(utd)