Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan menghendaki undang-undang yang menjadi pedoman Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) tidak tumpang tindih dengan regulasi kebijakan, terutama terkait investasi. Menurut Luhut, sebuah peraturan seharusnya tidak menjadi momok bagi mereka yang ingin menanamkan modal di Indonesia.
Pembahasan itu akan digelar dalam rapat terbatas di kabinet yang akan turut melibatkan KPK. Meski tidak merinci peraturan yang dia maksud, namun Luhut menegaskan perlu harmonisasi peraturan perundang-undangan agar tidak menjadi tumpang tindih.
"Jangan sampai undang-undang itu tumpang tindih yang akhirnya menghambat investasi, yang membuat ketakutan atau dimanfaatkan menjadi celah untuk menghukum orang yang tidak perlu dihukum, misalnya dalam hal kebijakan," ujar Luhut di Gedung KPK, Jumat (19/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Luhut, pemerintah saat ini tengah melakukan harmonisasi kebijakan dengan aturan perundang-undangan agar lebih membuka ruang investasi. Dalam hal ini, investasi menjadi sarana yang ditawarkan Presiden Joko Widodo untuk membuat perekonomian Indonesia menjadi lebih bergairah.
"Jadi tidak boleh membuat orang takut investasi karena ada celah hukum yang tidak pas, tapi digunakan untuk menghukum seseorang. Jadi Presiden ingin betul-betul aturan main itu adalah aturan yang berlaku umum," kata Luhut.
(Baca:
Hadi Poernomo: Kebijakan Pajak Tak Bisa Dipidanakan)
Luhut mengatakan, Indonesia saat ini bercermin kepada negara-negara tetangga yang dinilai telah berhasil menjadikan negerinya sebagai ladang investasi para pengusaha dunia. Mereka di antaranya adalah Singapura, Malaysia, Thailand, dan Australia.
"Itu jadi acuan kami. Dari situ kami lakukan penyesuaian sehingga Indonesia menjadi tempat menarik untuk orang berinvestasi," ujarnya.
Pernyataan Luhut mengenai kebijakan tersebut menambah daftar panjang pro dan kontra yang selama ini sudah terjadi. Pertanyaan yang selalu muncul setiap KPK menyelidiki terbitnya sebuah kebijakan adalah apakah kebijakan bisa dipidana atau tidak?
Setiap era pemerintahan di Indonesia selama ini selalu menentang upaya pidana terhadap kebijakan yang dibuat penyelenggara negara. Pro dan kontra mengenai upaya pidana terhadap sebuah kebijakan memanas ketika mencuat skandal dana talangan Bank Century.
Saat kasus itu mengemuka tahun 2009, pimpinan KPK saat itu menegaskan bahwa kebijakan bisa dipidana jika dilakukan dengan maksud mencuri uang negara. Dalam proses penyelidikan kasus Century saat itu, pimpinan KPK menyebut kebijakan mencairkan dana talangan hingga mencapa Rp 6,7 triliun dilakukan dengan mengakali sejumlah kebijakan.
Salah satu akal-akalan dimaksud yaitu dengan mengubah sejumlah syarat bagi perbankan yang dapat memperoleh dana talangan. Penyertaan modal sementara Century dari usulan semula Rp 632 miliar yang membengkak menjadi Rp 6,7 triliun juga dipertanyakan.
(rdk)