Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan mengatakan Presiden Joko Widodo tengah mempelajari laporan menteri Kabinet Kerja untuk menjadi rujukan bahan evaluasi kinerja mereka selama mengawal pemerintahan. Menanggapi kabar bakal terjadi perombakan kabinet paska lebaran, Luhut berkelit dan menilai kewenangan tetap ada pada presiden.
"Kalau soal itu saya tidak tahu, silakan tanya Presiden. Yang pasti laporan menteri sudah diterima dan saya kira beliau sedang mempelajarinya," ujar Luhut di Gedung KPK, Jumat (19/6).
Luhut tidak menampik Jokowi saat ini tengah mengukur kinerja bawahannya. Selain tagihan laporan kinerja menteri, publik melihat gelagat perombakan pejabat kian memuncak ketika Jokowi geram dalam inspeksi dadakan ke pelabuhan Tanjung Priok.
(Lihat Juga: Reshuffle Masih Wacana, Megawati Sudah Siapkan Nama)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, Luhut menegaskan sikap yang ditunjukkan Jokowi kala itu bukan sekadar luapan amarah dari seorang kepala pemerintahan. Dalam hal ini, kata Luhut, Jokowi mulai fokus mencermati kinerja di hampir setiap lapisan pejabat struktural untuk mengurai persoalan kinerja di lembaga atau kementerian terkait.
"Itu bukan marah-marah. Beliau memang sekarang itu mulai melihat dan sudah mengukur kinerja bukan hanya menteri, tapi juga eselon satu, dua, dan tiga," ujar Luhut.
(Baca Juga: Jokowi Segera Pecat Pejabat Penyebab Dwelling Time Lama)
Pengetatan pengawasan kinerja itu dilakukan Jokowi untuk bisa lebih mengoptimalkan efesiensi pengeluaran dan sekaligus pemasukan uang negara dari berbagai proyek masif yang menggunakan Anggran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Karena sekarang dana APBN, misalnya untuk infrastruktur PU saja mencapai Rp 117 tiriliun. Itu proyek besar. Jangan sampai nanti jadi bancakan dalam dana itu," ujarnya.
Menurut Luhut, Presiden Jokowi saat ini telah melihat adanya inefisiensi di pelabuhan maupun bandara. Luhut menaksir inefisiensi tersebut jumlahnya mencapai Rp 744 triliun. "Dalam hal ini Presiden punya target bisa memangkas setengahnya sehingga bisa hemat US$ 30 milliar dalam waktu lima tahun ke depan," ujar dia.
(utd)