Kapolri: Penyadapan KPK untuk Kejadian Luar Biasa

Rinaldy Sofwan | CNN Indonesia
Jumat, 19 Jun 2015 14:34 WIB
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menilai KPK masih harus diberikan kewenangan untuk melakukan penyadapan.
PLT Pimpinan KPK Taufiqurrahman Ruki (kiri) bersama Kapolri Badrodin Haiti memeberikan keterangan usai pertemuan terkait proses hukum atas penyidik KPK Novel Baswedan, di Mabes Polri, Jakarta, Sabtu (2/5). (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih harus diberikan kewenangan untuk melakukan penyadapan. Namun, penyadapan itu, mesti dilakukan hanya jika benar-benar diperlukan.

"Ya kalau memang pemberantasannya memang sudah memerlukan suatu kewenangan yang luar biasa, ya penyadapan tentu bisa dilakukan," kata Badrodin di Markas Besar Polri, Jakarta, Jumat (19/6). (Lihat Juga: Penyadapan Terduga Koruptor Tak Langgar HAM)

Walau demikian, dia enggan mengomentari lebih jauh mengenai wacana revisi undang-undang KPK yang mengatur tentang kewenangan lembaga antikorupsi itu. "Polri itu, pelaksana undang-undang, jadi itu urusannya sepenuhnya pada bagian legislasi, DPR dan pemerintah."

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia juga mengatakan, revisi Undang-Undang tidak bisa begitu saja dilakukan tanpa latar belakang dan kajian akademis yang jelas. Oleh karena itu, kalaupun revisi dilakukan, tentu hal tersebut dilakukan berdasarkan argumentasi yang kuat. (Lihat Juga: Revisi UU, Kewenangan Penyadapan KPK Makin Sempit)

Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat mengusulkan untuk menghilangkan kewenangan KPK menyadap dalam proses penyelidikan. Padahal, selama ini komisi antirasuah mengungkap operasi tangkap tangan melalui sadapan proses penyelidikan.

Merujuk catatan CNN Indonesia, sejumlah kasus korupsi yang ditangani KPK berhasil terkuak melalui proses sadapan dimasa penyelidikan dan operasi tangkap tangan. Seperti suap ruislag hutan Bogor yang menjerat Bupati Bogor Rachmat Yasin, kasus suap sengketa Pilkada di Mahkamah Konstitusi, dan kasus suap gas alam Bangkalan.

Tiga kasus itu, pelaku suap-menyuap kerap menggunakan sandi pengalih makna duit suap yang terekam dalam sadapan telepon atau pesan singkat. Dalam kasus ruislag hutan Bogor, sebelum operasi, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor HM Zairin sempat berkirim pesan singkat pada perantara suap FX Yohan Yap. Keduanya menggunakan sandi bibit dan batang tanaman untuk menyamarkan kata 'uang'.

Sementara dalam kasus suap Pilkada, Walikota Palembang Romi Herton melalui perantara suapnya Muhtar Efendi menggunakan sandi tiga dus pempek Palembang untuk menyamarkan uang. Pada kasus suap gas alam, bekas Bupati Bangkalan Fuad Amin menggunakan kode sembako dan air minum yang diduga berarti uang. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER