Jakarta, CNN Indonesia -- Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dinilai belum optimal menjerat korupsi hingga sektor swasta dan pejabat publik asing. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Aradilla Caesar mendesak pemerintah, DPR, dan KPK merevisi undang-undang tersebut dan memasukkannya dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka pendek.
"Ketentuan mengenai penggelapan dalam jabatan dan penerimaan suap oleh sektor swasta ini, juga merupakan mandat dari Pasal 21 UNCAC (The United Nations Convention against Corruption)," kata Arad dalam jumpa pers di kantornya, Jakarta, Minggu (21/6).
Dalam pasal tersebut dijelaskan tindak pidana korupsi juga dapat dilakukan oleh seseorang pekerja swasta yang berkaitan dengan posisi atau jabatannya untuk kepentingan umum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arad berharap, "revisi UU Tipikor memberikan ancaman pidana terhadap seseorang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pekerja swasta dengan maksud untuk membujuk berbuat bertentangan dengan kewenangan yang menyangkut kepentingan umum atau merugikan orang lain."
Lebih lanjut, pihaknya juga mengusulkan perubahan undang-undang tersebut agar mengatur gratifikasi kepada pejabat publik asing. "Revisi UU Tipikor juga mengatur ancaman pidana bagi orang yang memberi atau menjanjikan pejabat publik asing dengan maksud agar pejabat itu bertindak atau tidak bertindak dalam melaksanakan tugas-tugas resminya yang bertentangan dengan kewajibannya," katanya.
Arad menilai undang-undang juga perlu mengatur ancaman pidana bagi orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pejabat di organisasi internasional publik. Menurutnya, potensi korupsi di sektor swasta dan organisasi internasional asing belum tersentuh oleh hukum di Indonesia.
Alhasil, pihaknya mendesak Presiden Joko Widodo perlu memprioritaskan pembahasan RUU Tipikor ini. "Kami mendorong percepatan pembahasan RUU Tipikor sebagai wujud dukungan terhadap upaya pemberantasan korupsi secara menyeluruh," katanya
(hel)