Jakarta, CNN Indonesia -- Survei dari Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) menyatakan bahwa 66,8 persen responden yang merupakan pekerja profesional tidak puas dengan kinerja pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla.
Dalam survei tersebut, hanya 32,4 persen yang menyatakan puas, sementara sisanya tidak menyatakan pendapat. Ketidakpuasan tersebut dipicu oleh beberapa kebijakan yang berpengaruh terhadap kenaikan biaya hidup.
Beberapa kebijakan itu di antaranya naik-turunnya harga bahan bakar minyak (BBM), kenaikan tarif dasar listrik, kenaikan harga gas, serta penambahan utang negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketidakpuasan tersebut semakin membesar karena pemerintah dinilai tidak transparan terhadap skema dan metode perhitungan harga BBM. Alasan lainnya, pemerintah tidak menjelaskan realisasi dan efektivitas belanja pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pertanian yang dibiayai dari hasil pengalihan subsidi BBM.
Berdasarkan hasil survei, agenda yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yaitu memperkuat nilai tukar. Sementara, inflasi tinggi menjadi indikator ekonomi yang paling dikhawatirkan responden. (Baca juga:
DPR Kritik Performa Menteri Ekonomi Jokowi)
Menanggapi hasil survei tersebut, pengamat kebijakan publik Ibnu Purna mengatakan wacana revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi juga menuai ketidakpercayaan dari masyarakat kepada pemerintah.
"Sikap Jokowi tepat kalau menolak revisi UU KPK yang justru memperlemah kewenangan KPK. Keinginan masyarakat simpel saja. Mereka mau korupsi berkurang dan harga stabil," kata Ibnu saat konferensi pers di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (21/6). (Baca juga:
Presiden Jokowi Tolak Revisi UU KPK)
Sementara pengamat komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio berpendapat Jokowi harus segera merealisasikan program jangka pendeknya, terutama terkait kestabilan harga ketahanan pangan. "Sampai saat ini, justru Jokowi tampak lebih fokus pada program-program jangka panjang sehingga membuat rakyat menunggu terlalu lama," kata Hendri.
Jumlah responden dalam survei ini sebanyak 250 orang dan tersebar di tiga kawasan bisnis, yaitu Sudirman, Thamrin, serta Kuningan-Rasuna Said. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling.
Dengan menggunakan metode ini, responden dipilih berdasarkan karakter tertentu, yaitu berpenghasilan di atas Rp 5 juta, mempunyai mobil, memiliki latar belakang pekerjaan di salah satu unit usaha, seperti perbankan, pialang saham, akuntansi, jasa keuangan, serta memiliki jabatan minimal asisten manajer. (Baca juga:
Menkeu: Fundamental Ekonomi Indonesia Baik Meski Kurs Jeblok)
Proses pengumpulan data dilaksanakan pada tanggal 26 Mei hingga 3 Juni 2015, melalui wawancara tatap muka dan menggunakan kuesioner terstruktur.
(hel)