Jakarta, CNN Indonesia -- Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri menyebut PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) tidak memenuhi pengadaan bahan bakar
high speed diesel (HSD) yang sudah disepakati dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Ditemui di Markas Besar Polri, Kepala Subdirektorat I Tindak Pidana Korupsi Ajun Komisaris Besar Ade Deriyan Jayamarta mengatakan, pada 2010 PLN menunjuk TPPI untuk mengadakan HSD selama empat tahun.
Namun, pada kenyataannya, TPPI hanya bisa memenuhi satu tahun pengadaan HSD dari jangka waktu yang sudah disepakati dalam kontrak. Setelahnya, perusahaan tersebut justru melemah dan tidak lagi mampu meneruskan perjanjian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, berdasarkan penilaian tim verifikasi PLN, TPPI dinyatakan tidak layak memasok HSD karena sedang bermasalah. Karenanya, penyidik kini sedang menelusuri kemungkinan pelanggaran peraturan dalam penunjukan perusahaan itu.
"Ini yang sedang kami cari, alasan penunjukan TPPI," kata Ade. "TPPI tidak mampu, kenapa dipilih."
Sebelumnya, penyidik telah memeriksa Dahlan Iskan selaku bekas Direktur Utama PLN terkait kasus ini. Pengacara Dahlan, Yusril Ihza Mahendra, menilai kliennya telah melakukan terobosan.
Dia menjelaskan, PLN membutuhkan 10 juta ton pembangkit listrik di seluruh Indonesia sejak 2010, dan sebelum itu pembangunannya langsung ditunjuk tanpa tender.
“Itu (penunjukan tanpa tender) lebih mahal. Kemudian minta ke Pertamina untuk diturunkan harganya. Oleh karena Pertamina memiliki keunggulan, pada tahun 2010 dicoba sesuatu yang baru,” ujar Yusril.
Saat itu akhirnya diputuskan pembangunan pembangkit listrik dilakukan melalui tender. Dari 9 juta ton, 7 ton dibeli langsung ke Pertamina, sedangkan 2 juta ton dilempar ke perusahaan lokal dan asing melalui tender.
“Apabila perusahaan asing menang, itu tidak serta-merta menang, tapi ditawarkan dulu ke produsen lokal. Dibagi dalam lima lokasi dengan jumlah 2 juta ton. Empat tender dimenangi Shell, satu oleh Pertamina," kata Yusril.
Akhirnya, ujar Yusril, tender ditawarkan dulu ke Pertamina dan TPPI. TPPI kemudian mendapat dua tender, dan Pertamina dua tender.
“Harga konvensional lebih mahal, harga tender lebih murah. Terobosan itu diambil supaya harga tender lebih murah. PLN diuntungkan,” kata Yusril.
Hingga kini masih belum ada tersangka ditetapkan terkait kasus ini. Kasus pun masih berada dalam tahap penyelidikan.
Selain kasus ini, TPPI juga terlibat dalam kasus dugaan korupsi pada penjualan kondensat bagian negara dari Badan Pelaksana Minyak dan Gas. Dalam kasus kondensat, penyidik telah menetapkan tiga tersangka, yakni bekas Kepala BP Migas Raden Priyono, bekas Deputi Finansial Djoko Harsono dan pemilik lama TPPI Honggo Wendratno.
(meg)