Polisi Akui Masih Ada Praktik Penyiksaan oleh Aparat

Abraham Utama | CNN Indonesia
Jumat, 26 Jun 2015 09:20 WIB
Praktik penyiksaan untuk mengungkap pelaku kriminal dilakukan polisi karena rendahnya kemampuan serta tingginya beban kerja.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Khrisna Murti, pada Kamis (25/6). (CNN Indonesia/ Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pihak kepolisian mengakui masih adanya praktik penyiksaan terhadap tersangka kriminal oleh aparat penegak hukum. Terdapat tuntutan kerja yang tinggi dan mendasari praktik penyiksaan tersebut.

Hal itu disampaikan oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Khrisna Murti, pada Kamis (25/6).

“Harus diakui, masih ada praktek penyiksaan di internal Polri. Memang betul seperti itu kalau data penyiksaan dibuka,” ujar Khrisna.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Praktik penyiksaaan juga diperparah dengan rendahnya kemampuan polisi dalam mengungkap dugaan tindak pidana. (Lihat Juga: Kisah Kuswanto, Korban Salah Tangkap yang Dibakar Polisi)

Menurut catatan Kontras, selama 2014 Polri merupakan lembaga negara yang paling sering melakukan tindak penyiksaan. Tahun lalu, setidaknya terdapat 35 kasus penyiksaan yang melibatkan aparat kepolisian di berbagai daerah.

Peringkat Polri pada rapor merah ini disusul sipir lembaga pemasyarakatan. Para sipir yang bekerja di bawah Direktorat Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia ini tercatat terlibat dalam 15 kasus penyiksaan. Sementara itu, Kontras menyebut prajurit TNI pada periode yang sama terlibat 9 perkara penyiksaan.(Baca Juga: Anak yang Diduga Dianiaya Polisi Mengaku Trauma)

Temuan Kontras tadi diperkuat data Ombudsman. Lembaga negara yang mengawasi pelayanan publik ini mencatat, mayoritas penyiksaan dalam proses penangkapan atau penahanan terjadi di tingkat polres (66,7 persen).

Data Ombudsman memperlihatkan polres sebagai tempat menyeramkan. Anggota Ombudsman Budi Santoso mengatakan angka kekerasan tertinggi pada tahap penyidikan terjadi di polres (43,4 persen).

Koordinator Kontras Haris Azhar memaparkan penyiksaan di lingkungan kepolisian terjadi karena minimnya akuntabilitas proses penegakan hukum. Ia berpendapat, kekerasan ini tumbuh subur karena Polri kerap menyelesaikan perkara penyiksaan yang dilakukan anggotanya melalui mekanisme etik.

“Selama ini mereka menitikberatkan pada sanksi administratif sehingga memperpanjang rantai impunitas,” ujarnya. Ia mengatakan Polri tidak mampu melahirkan efek jera bagi para oknum anggotanya. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER