Jakarta, CNN Indonesia -- Gerakan Satu Padu Lawan Koruptor (Sapu Koruptor) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan bukti rekaman yang berisi upaya kriminalisasi terhadap KPK saat sidang Mahkamah Konsitusi pada sidang pengganti yang akan digelar Selasa (30/6). Sebelumnya pada Selasa (23/6) lalu KPK tidak menghadiri sidang yang diagendakan MK terkait uji materi Pasal 32 ayat 2 Undang-Undang KPK.
Dalam keterangan tertulis yang diterima CNN Indonesia, Alghiffari Aqsa selaku Kepala Bidang Pengembangan Sumber Daya Hukum dan Masyarakat LBH Jakarta menuturkan bahwa kebenaran rekaman tersebut telah menjadi rahasia umum di tubuh KPK, bahkan sudah pernah didengar oleh pihak luar seperti tim sembilan. Namun, dinilai ditutup-tutupi sebagai bentuk upaya penghancuran lembaga itu sendiri.
Jami Kuna dari Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi juga mengatakan perintah dari Mahkamah Konsitutusi sebenarnya merupakan angin segar bagi KPK untuk menunjukkan komitmennya pada pemberantasan korupsi. "Jika pimpinan KPK tidak menyerahkan rekaman itu meski sudah diperintahkan oleh pengadilan, maka pimpinan KPK terlibat di dalam upaya kriminalisasi ini," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun Oji selaku perwakilan Konsorsium Reformasi Hukum Nasional menyatakan upaya pimpinan KPK menutup-nutupi keberadaan bukti rekaman tersebut sebagai tanda bawa pimpinan KPK saat ini tidak jujur. "Hal ini bukan semata mempertaruhkan integritas mereka namun membuka kebenaran adalah bagian dari pemberantasan korupsi itu sendiri," ujarnya.
Selain permintaan untuk membuka rekaman dan mengatakan ada kriminalisasi jika pimpinan KPK tidak segera menyerahkan bukti rekaman tersebut, Sapu Koruptor juga menyampaikan beberapa poin di antaranya menyatakan gawat darurat korupsi dengan adanya kriminalisasi dan menghancurkan kewenangan KPK melalui Rancangan Undang-Undang KPK yang baru. Selain itu menyatakan agar publik ikut serta mengawasi pemilihan calon pemimpin KPK yang bersih.
Sebagai bentuk desakan pembukaan kebenaran pada sidang MK tertanggal 30 Juni nanti, Sapu Koruptor juga akan melakukan aksi pada Senin ini (29/6) pukul 16.00 di depan Gedung KPK.
Sebelumnya, dua saksi ahli yang diajukan kuasa hukum Wakil Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto pada sidang yang digelar Selasa (23/6) lalu menyatakan, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK harus melindungi pimpinan komisi antirasuah dari potensi kriminalisasi.
Dalam sidang tersebut, ahli pertama Ganjar Laksmana mengatakan, Undang-Undang KPK seharusnya mengatur dengan rinci kualifikasi tindak pidana yang dapat menyebabkan pimpinan KPK diberhentikan permanen maupun sementara.
Ganjar menyarankan UU KPK seharusnya menyatakan, pimpinan komisi antirasuah dapat diberhentikan sementara jika ditetapkan sebagai tersangka pada tindak pidana luar biasa ataupun yang berkaitan dengan penyalahgunaan jabatan.
Begitu pun dengan ahli kedua yaitu Zainal Arifin Mochtar menuturkan hal serupa. Dosen hukum administrasi negara di Universitas Gadjah Mada ini berpendapat, dalam kondisi penegakan hukum yang tidak normal, koruptor sangat mungkin menghalangi upaya pemberantasan korupsi.
Zainal menganggap UU KPK tidak memberikan sistem imun kepada pimpinan komisi antikorupsi. Ia pun mendorong MK untuk mencari rumusan perlindungan yang pas.
(obs)