Jakarta, CNN Indonesia -- Bekas Gubernur Papua Barnabas Suebu menggugat penetapan tersangka dari Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (29/6), tim kuasa hukum Barnabas membacakan permohonan yang berisi sejumlah gugatan.
Tim kuasa hukum Barnabas memohon agar Hakim Tunggal Ganjar Pasaribu menyatakan penetapan tersangka dari KPK tidak sah. Mereka mempersoalkan dua surat perintah penyidikan yang diterbitkan KPK. Satu surat yang menyeret Barnabas jadi tersangka dalam dua kasus dugaan korupsi.
Selain penerbitan Sprindik, Barnabas juga mengugat perintah perpanjangan penahanan dari KPK. Tim kuasa hukum meminta Barnabas dibebasan dari tahanan Rutan dan menuntut KPK meminta maaf lewat media massa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Atas pertimbangan tersebut, kami pihak pemohon meminta termohon menyampaikan permintaan maaf di sekurangnya dua media nasional," ujar kuasa hukum Barnabas, Yuherman, saat membacakan permohonan di ruang sidang PN Jaksel.
Permohonan gugatan itu disampaikan lantaran tim kuasa hukum Barnabas menganggap KPK telah mengumumkan status tersangka di hadapan media massa. Menurut kuasa hukum Barnabas, KPK tidak punya kewajiban untuk mengumbar penetapan tersangka di hadapan publik.
Berkas Perkara Barnabas Rampung
Menanggapi hal tersebut Tim Biro Hukum KPK di hadapan Hakim Ganjar menyatakan telah melimpahkan berkas pokok perkara Barnabas ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat bersamaan dengan digelarnya sidang praperadilan perdana Barnabas.
Tim Biro Hukum KPK selaku termohon menyatakan siap memberikan jawaban atas permohonan gugatan yang diajukan Barnabas pada sidang lanjutan besok.
"Untuk jawaban akan kami sampaikan besok. Tapi kami hanya ingin memberitahu, berkas perkara Barnabas Suebu telah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor hari ini pak hakim," ujar Anggota Biro Hukum KPK, Indra Matong Bati di hadapan Hakim Ketua pengadilan.
KPK pada Maret 2014 telah menetapkan Barnabas sebaga tersagka korupsi kasus pengadaan Detail Engineering Design (DED) Pembangkit Listrik Tenaga Air di Sungai Memberano tahun anggaran 2009-2010. Dari nilai proyek sekitar Rp 56 miliar, KPK menaksir kerugian negara mencapai Rp 35 miliar.
Seiring pengembangan penyidikan, KPK mendapati Barnabas melakukan tindak pidan korupsi dalam proyek lainnya. Pada Maret 2015, Barnabas pun akhirnya kembali ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi dalam kegiatan DED PLTA Danau Sentani dan Danau Paniai tahun anggaran 2008 di Provinsi Papua.
Atas perbuatannya, Barnabas disangka melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tinda Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
(sip)